Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anak-anak Jadi Korban Penyetopan Bantuan ke Jalur Gaza

Musim dingin di Gaza tidak hanya memperparah krisis kemanusiaan, tetapi juga lebih banyak orang yang akan mati kedinginan terutama mereka yang rentan, orang tua dan anak-anak. (x.com/UNRWA)

Jakarta, IDN Times - Dana Anak-anak PBB (UNICEF) memperingatkan bahwa penghentian pengiriman bantuan kemanusian oleh Israel ke Jalur Gaza berdampak terhadap kehidupan anak-anak.

"Pembatasan bantuan yang diumumkan kemarin akan sangat membahayakan operasi penyelamatan nyawa warga sipil," kata Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Edouard Beigbeder, pada Senin (3/3/2025).

Pernyataan itu menggambarkan gencatan senjata Gaza sebagai jalur penting bagi anak-anak. Pihaknya mencatat bahwa kesepakatan tersebut memungkinkan aliran bantuan yang cepat dalam skala respons kemanusiaan di lapangan, dilansir Anadolu Agency.

1. Sistem kesehatan di Gaza telah melampaui batasnya

UNICEF juga mengungkapkan bahwa saat ini kondisi di wilayah kantong tersebut masih mengerikan. Tercatat, ada 7 bayi baru lahir dilaporkan meninggal karena hipotermia selama seminggu terakhir. Sebab, mereka tidak memiliki akses ke pakaian dan selimut hangat yang cukup, tempat berlindung, hingga perawatan medis.

Badan PBB tersebut juga menuturkan sistem kesehatan Gaza telah melampaui batasnya, di mana 19 dari 35 rumah sakit hanya berfungsi sebagian. Pihaknya telah menyediakan pakaian hangat untuk 150 ribu anak, memperluas perawatan medis untuk 25 ribu orang, dan meningkatkan distribusi air untuk hampir 500 ribu orang setiap hari.

"Meskipun gencatan senjata telah memungkinkan kami untuk memperluas bantuan penyelamatan jiwa secara signifikan, namun tingkat kehancuran di Gaza sudah sangat parah," sambung Beigbeder.

Ia juga menyerukan agar gencatan senjata harus dipertahankan dan lebih banyak bantuan harus diizinkan masuk, guna mencegah penderitaan dan hilangnya nyawa lebih lanjut.

2. Harga barang melambung di Gaza setelah blokade Israel

Hani Mahmoud dari Al Jazeera melaporkan bahwa air, obat-obatan dan bahan makanan sulit didapat di tengah pembatasan bantuan Gaza. Hal ini menjadi perjuangan sehari-hari bagi banyak orang di wilayah kantong tersebut, bahkan sebelum Israel menerapkan blokade total. Dengan semakin ketatnya pembatasan bantuan, bertahan hidup menjadi semakin sulit.

Sementara itu, warga Palestina di Gaza mengatakan harga barang-barang pokok telah melonjak sejak Israel menghentikan masuknya semua barang dan pasokan ke Gaza.

Seorang warga Gaza, Belal al-Helou, mengatakan ada banyak ketakutan di wilayah kantong itu dan orang-orang menimbun persediaan makanan.

"Harga-harga telah naik banyak, dan selama penyeberangan Gaza ditutup, harga-harga akan naik dan bahkan lebih tinggi," ungkapnya.

Warga Gaza yang lainnya juga mengeluhkan hal serupa. Adly al-Ghandour mengatakan harga telah naik hingga 80 persen dan jika penyeberangan telah ditutup, maka harga akan naik 200 persen.

3. Israel putus aliran listrik ke pabrik air di Rafah

Ilustrasi bendera Israel. (pexels.com/Leonid Altman)

Pemerintah di kota selatan Gaza telah mengumumkan bahwa Israel telah memutus aliran listrik ke dua pabrik desalinasi di kota tersebut. Langkah ini dilakukan setelah Tel Aviv memblokir masuknya semua bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam upaya untuk membuat Hamas menerima perubahan pada ketentuan kesepakatan gencatan senjata.

"Pabrik-pabrik tersebut menyediakan sekitar 70 persen pasokan air bagi penduduk gubernuran Rafah di Jalur Gaza tengah. Mereka memproduksi sekitar 20 ribu meter kubik (4,4 juta galon) air desalinasi setiap hari," kata pemerintah kota tersebut.

Media Israel telah melaporkan bahwa pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berencana untuk memutus aliran air dan listrik, serta memindahkan secara paksa warga Palestina dari utara ke selatan sebagai bagian dari kampanye tekanan.

Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.388 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza dan 111.803 orang terluka. Kantor media pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi setidaknya 61.709 orang. Pihaknya juga mengatakan ribuan orang Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diperkirakan telah tewas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us