Bom Meledak di RS Sudan Selatan, 7 Tewas dan 20 Luka

- Serangan udara di Old Fangak, Sudan Selatan, merusak rumah sakit MSF dan menewaskan 7 orang serta melukai 20 lainnya.
- Rumah sakit MSF dianggap sebagai target serangan sengaja oleh dua helikopter tempur pada pukul 04.30 waktu setempat.
- Hancurnya rumah sakit memperparah krisis kesehatan di Fangak, wilayah terpencil dengan akses terbatas, mengancam perdamaian yang rapuh sejak perjanjian damai 2018.
Jakarta, IDN Times - Serangan udara menghantam Old Fangak, Sudan Selatan, menewaskan tujuh orang dan melukai 20 lainnya pada Sabtu (3/5/2025). Rumah sakit satu-satunya di wilayah itu, yang dikelola Médecins Sans Frontières (MSF), rusak parah dan tak lagi beroperasi. Insiden ini memperburuk kondisi warga yang sudah rentan akibat konflik politik yang terus memanas.
MSF menyebut serangan itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional, karena fasilitas medis menjadi target langsung. Situasi makin tegang menyusul penahanan Wakil Presiden Pertama Riek Machar pada Maret 2025, yang dituduh memicu pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden Salva Kiir. Ketegangan antara kedua faksi kian mengancam perdamaian yang rapuh sejak perjanjian damai 2018.
“Warga panik dan berlarian tanpa tujuan saat bom mulai dijatuhkan sebelum fajar,” ujar seorang saksi mata, dilansir Al Jazeera. Akses terhadap layanan kesehatan, air bersih, dan pangan kini makin sulit didapat.
1. Serangan udara hancurkan rumah sakit MSF
Dua helikopter tempur menyerang rumah sakit MSF di Old Fangak sekitar pukul 04.30 waktu setempat, menghancurkan apotek dan merusak bangunan utama. Serangan berlangsung selama 30 menit, menyebabkan kebakaran hebat dan menewaskan tujuh warga. MSF meyakini serangan ini disengaja karena rumah sakit telah beroperasi sejak 2014 dan lokasinya diketahui oleh pihak berwenang.
“Kami sangat terpukul. Fasilitas ini menjadi satu-satunya tempat berobat bagi lebih dari 110 ribu warga,” kata Mamman Mustapha, Kepala Misi MSF di Sudan Selatan, dilansir dari Le Monde. Seorang pasien dan staf MSF terluka dalam serangan, sementara semua pasokan medis hangus terbakar.
Belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Sudan Selatan. Namun, Komisaris Fangak yang berafiliasi dengan oposisi Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan Perjuangan (SlPLM-IO) menuding militer pemerintah sebagai pelaku, menyebut hanya mereka yang memiliki kekuatan udara. Dugaan keterlibatan pasukan asing seperti Uganda pun mulai mencuat.
2. Krisis kemanusiaan makin parah
Hancurnya rumah sakit memperparah krisis kesehatan di Fangak, wilayah terpencil dengan akses terbatas. Lebih dari 110 ribu warga kini tak punya tempat berobat, di tengah ancaman kelaparan dan wabah penyakit. MSF memperingatkan potensi bencana kemanusiaan jika bantuan tak segera datang.
“Kami kehilangan segalanya dalam semalam. Anak-anak menangis, kami semua ketakutan,” ujar seorang warga, dikutip DW.
Banyak dari mereka berlindung di rawa-rawa tanpa makanan dan tempat aman. Serangan drone lanjutan pada pagi hari juga menghantam pasar, menambah jumlah korban jiwa.
PBB menyatakan Sudan Selatan berada di ambang perang saudara baru, dengan 14 juta orang mengungsi akibat konflik yang kembali memanas. MSF mendesak perlindungan terhadap warga sipil dan fasilitas medis yang seharusnya netral dalam konflik bersenjata.
3. Ketegangan politik dan ancaman perang saudara
Serangan ini terjadi di tengah ketegangan politik setelah Riek Machar ditangkap pada Maret 2025. Fangak, wilayah basis SPLM-IO yang dipimpin Machar, menjadi target serangan udara yang meningkat sejak saat itu. Puluhan serangan tercatat di wilayah Upper Nile dan Jonglei sejak Maret, dilansir Al Jazeera.
“Kami khawatir ini adalah awal dari perang saudara baru,” kata seorang analis dari Human Rights Watch.
Perjanjian damai 2018 kini terancam gagal, dengan kedua pihak saling tuduh melanggar kesepakatan. Keterlibatan militer Uganda memperumit dinamika regional dan memperbesar potensi eskalasi.
Komunitas internasional, termasuk negara-negara Barat, menyatakan keprihatinan mendalam atas kondisi keamanan yang memburuk. MSF menyerukan penyelidikan independen terhadap serangan ini, menuntut akuntabilitas dan perlindungan terhadap warga sipil.