China Cabut Sanksi Anggota Parlemen UE, Hubungan Mulai Membaik

- Pemerintah China mencabut sanksi terhadap anggota Parlemen Eropa dan Subkomite Hak Asasi Manusia.
- Langkah ini dilakukan untuk memperbaiki hubungan dengan Uni Eropa di tengah tekanan tarif AS.
- Ekspor China ke AS menghadapi tarif hingga 145 persen, mendorong strategi baru untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan Eropa.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah China mencabut sanksi terhadap empat anggota aktif, satu mantan anggota Parlemen Eropa, serta Subkomite Hak Asasi Manusia. Keputusan ini diumumkan oleh Presiden Parlemen Eropa, Roberta Metsola dalam pertemuan tertutup bersama pimpinan kelompok politik pada Rabu (30/4/2025).
Langkah ini menandai upaya China untuk memperbaiki hubungan dengan Uni Eropa (UE), terutama di tengah tekanan tarif perdagangan dari Presiden AS Donald Trump. Sanksi tersebut diberlakukan sejak Maret 2021 sebagai balasan atas sanksi UE terhadap empat pejabat China terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur di Xinjiang.
Pencabutan ini merupakan hasil negosiasi intensif yang dipimpin Metsola selama beberapa pekan terakhir. Beijing berharap normalisasi ini membuka jalan bagi pembicaraan ulang Perjanjian Investasi Komprehensif (CAI) yang sempat dibekukan.
Langkah China terjadi saat ekspornya ke AS menghadapi tarif hingga 145 persen, mendorong strategi baru untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan Eropa.
“Pencabutan sanksi ini menunjukkan kesiapan Beijing untuk membuka kembali jalur diplomasi,” ujar seorang pejabat senior Parlemen Eropa kepada Financial Times.
1. Latar belakang sanksi dan respons UE
Pada 2021, China menjatuhkan sanksi kepada Michael Gahler, Raphaël Glucksmann, Ilhan Kyuchyuk, Miriam Lexmann, dan Reinhard Bütikofer, serta beberapa lembaga UE. Sanksi itu melarang mereka memasuki wilayah China dan bekerja sama dengan entitas China.
Sebagai respons, Parlemen Eropa membekukan proses ratifikasi CAI dan mengecam sanksi sebagai bentuk intimidasi terhadap demokrasi. Reinhard Bütikofer, yang kini bukan lagi anggota parlemen, menyebut langkah China sebagai blunder diplomatik.
“Dengan menjatuhkan sanksi, mereka justru memperkeruh hubungan. Kini mereka perlu belajar dari kesalahan itu,” ujar Bütikofer pada 2021 lalu.
Resolusi parlemen saat itu menyatakan hubungan UE-China tak bisa berjalan normal selama sanksi masih berlaku. Meski China telah mencabut sanksi, UE belum melakukan hal serupa terhadap empat pejabat China.
“Kami masih menunggu perubahan nyata terkait hak asasi manusia di Xinjiang,” ujar sumber diplomatik, dikutip dari South China Morning Post. Upaya Metsola yang intensif melalui pertemuan dengan Duta Besar China membuahkan hasil, tapi jalan rekonsiliasi masih panjang.
2. Dampak terhadap hubungan perdagangan
Pencabutan sanksi membuka peluang untuk membangun kembali kepercayaan dalam hubungan dagang UE-China. Di tengah gangguan rantai pasok global akibat tarif AS, kedua pihak mulai meningkatkan komunikasi, termasuk panggilan telepon antara Ursula von der Leyen dan Perdana Menteri Li Qiang awal April lalu. Namun, kebangkitan CAI masih menemui hambatan.
“Kami sangat khawatir dengan kebijakan industri China yang menyebabkan kelebihan produksi dan membanjiri pasar global,” kata Bernd Lange, anggota parlemen bidang perdagangan, dilansir dari Politico.
Ketidakpastian hukum dan peraturan yang memberatkan di China juga memengaruhi minat investor Eropa. Meski begitu, Beijing mencoba menampilkan diri sebagai mitra dagang yang stabil.
“Kami menyambut baik kerja sama saling menguntungkan dan berharap anggota parlemen Eropa dapat lebih sering berkunjung ke China,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dikutip The Straits Times.
3. Reaksi dan prospek masa depan
Respons dari para anggota parlemen yang terkena sanksi beragam. Raphaël Glucksmann menegaskan bahwa pencabutan sanksi tidak menghapus catatan pelanggaran HAM oleh China.
“Fakta tetap fakta. Tidak ada yang berubah hanya karena sanksi dicabut,” ujarnya, dikutip dari Politico.
Miriam Lexmann juga menyatakan bahwa kritiknya terhadap pemerintah China tetap tidak berubah. Keduanya menilai pencabutan sanksi sebagai langkah simbolis yang belum menyentuh akar masalah.
“Kami tetap akan menyuarakan isu HAM, apapun sikap diplomatik yang mereka ambil,” ucapnya, dilansir DW.
Menjelang KTT UE-China pada Juli 2025, aktivitas diplomatik meningkat, termasuk kunjungan Pedro Sánchez dan pertemuan Maroš Šefčovič dengan mitra China. Namun, analis tetap skeptis.
“Peluang rekonsiliasi yang berarti tetap kecil,” tulis Noah Barkin dari German Marshall Fund dalam blognya, dikutip RFE/RL. UE kini fokus mendiversifikasi mitra dagang demi mengurangi ketergantungan pada China.