Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Duterte Tolak Minta Maaf Soal Perang Narkoba di Filipina  

ilustrasi bendera Filipina. (unsplash.com/iSawRed)
Intinya sih...
  • Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte hadir dalam sidang senat terkait perang narkoba.
  • Perang narkoba di era Duterte menewaskan 12 ribu hingga 30 ribu orang dan menghadapi penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
  • Duterte membela kebijakannya, mengklaim tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan membantah tuduhan mantan Kolonel Polisi Royina Garma.

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte untuk pertama kalinya hadir dalam sidang senat terkait perang narkoba pada Senin (28/10/2024). Duterte menyatakan bahwa dirinya tidak akan meminta maaf atau memberi alasan atas kebijakan kontroversialnya tersebut.

"Saya tidak akan meminta maaf atau memberikan alasan apapun. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan entah Anda percaya atau tidak, saya melakukannya demi negara saya," ucap Duterte, dilansir The Guardian.

Perang narkoba di era Duterte telah menewaskan sekitar 12 ribu hingga 30 ribu orang selama periode Juli 2016 hingga Maret 2019. Saat ini, dia menghadapi penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.

1. Duterte minta para polisi yang menjalankan perintahnya jangan dihukum

Di hadapan sidang senat, Duterte berusaha membela kebijakannya dan melindungi aparat yang terlibat.

"Hanya saya yang akan bertanggung jawab penuh secara hukum atas semua yang dilakukan polisi berdasarkan perintah saya. Saya yang akan mempertanggungjawabkan, saya yang akan dipenjara, jangan polisi yang mengikuti perintah saya," ujar Duterte, dikutip dari Rappler.

Duterte mengklaim telah menginstruksikan polisi untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. Menurutnya, penggunaan kekerasan hanya dibenarkan untuk membela diri.

"Saya selalu memandang orang yang kecanduan narkoba sebagai korban dan pasien yang membutuhkan perawatan kesehatan, bukan penjahat," ujarnya.

Mantan presiden Filipina ini juga membantah tuduhan mantan Kolonel Polisi Royina Garma. Sebelumnya, Garma bersaksi bahwa Duterte menawarkan hadiah hingga 17 ribu dolar AS (sekitar Rp267 juta) kepada polisi yang berhasil membunuh tersangka narkoba.

2. Keluarga korban tuntut bukti dari pemerintah

Mayoritas korban perang narkoba adalah pria muda dari daerah miskin perkotaan yang ditembak mati di jalanan atau di rumah mereka. Randy delos Santos, paman korban remaja Kian delos Santos, menyatakan bahwa dari 312 keluarga korban di bawah asuhan Pastor Flavie Villanueva, tak satu pun kasusnya diinvestigasi.

Pastor Villanueva mempertanyakan bukti senjata api dari tersangka yang dilaporkan melawan.

"Jika ada 6 ribu orang yang melawan, seharusnya ada 6 ribu senjata api dengan dokumen terkait," tegasnya.

Keraguan menguat setelah 32 dari 52 kasus yang diselidiki ulang Departemen Kehakiman era Duterte ditutup tanpa pengajuan tuntutan pidana.

Sebelumnya, Duterte berulang kali mengancam akan membunuh pengedar narkoba dan mendorong warga untuk membunuh pengedar dan pecandu. Pada 2016, dia bahkan mengaku pernah membunuh secara langsung tersangka saat menjabat sebagai walikota.

3. Kebijakan di Davao jadi inspirasi operasi nasional

Mantan Senator, Leila De Lima menyuarakan pentingnya kesaksian orang dalam untuk membuktikan adanya kesengajaan oleh negara.

De Lima berencana mengaitkan kebijakan Duterte dengan pembunuhan yang dilakukan Davao Death Squad (DDS). DDS merupakan kelompok pembunuh yang beroperasi di Davao saat Duterte menjabat sebagai walikota.

Arturo Lascañas, mantan anggota DDS yang kini menjadi saksi ICC, mengungkapkan bahwa Duterte yang dijuluki "Superman" telah memerintahkan pembunuhan sejak 1988.

Menurut Garma, cara-cara kekerasan yang digunakan di Davao kemudian diterapkan dalam perang narkoba nasional. Sementara, hubungan buruk antara keluarga Duterte dan Presiden Marcos Jr saat ini membuka peluang Filipina akan bekerja sama dengan penyelidikan ICC.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us