Finland Kirim Senjata ke Ukraina, Rusia Ancam Balas Dendam

Jakarta, IDN Times – Finlandia akan mengirim amunisi berat senilai 90 juta euro (sekitar Rp1,6 triliun) ke Ukraina, didanai dari keuntungan aset Rusia yang dibekukan. Dana tersebut disalurkan melalui European Peace Facility (EPF) berdasarkan kesepakatan dengan Komisi Eropa.
Amunisi akan dipasok langsung dari produsen lokal di Finlandia. Selain mendukung pertahanan Ukraina, pengiriman ini juga bertujuan memperkuat industri dalam negeri melalui penciptaan lapangan kerja.
“Kami berhasil menegosiasikan dana tambahan untuk dukungan Finlandia kepada Ukraina. Produk-produk dibeli dari industri Finlandia untuk meningkatkan lapangan kerja di dalam negeri dan dikirim ke Ukraina untuk membantu pertahanannya. Saya sangat puas dengan hasilnya,” kata Menteri Pertahanan Antti Häkkänen, pada Senin (19/5/2025), dikutip dari The Week, Selasa (20/5/2025).
Finlandia tidak merinci jenis amunisi, jadwal pengiriman, atau detail logistiknya karena keamanan operasional menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan ini. Langkah tersebut merupakan bagian dari inisiatif Uni Eropa untuk memanfaatkan keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan.
1. Uni Eropa manfaatkan aset Rusia untuk bantu Ukraina

Uni Eropa saat ini memegang sekitar 221,5 miliar dolar AS (sekitar Rp3,6 kuadriliun) dari total 300 miliar dolar AS (sekitar Rp4,9 kuadriliun) aset Rusia yang dibekukan. Sebagian besar aset tersebut berupa obligasi pemerintah yang disimpan oleh Bank Sentral Rusia.
Laporan dari The Week menyebutkan bahwa bunga dari aset ini diperkirakan mencapai 16–22 miliar dolar AS (sekitar Rp262-361 triliun) hingga 2027, tergantung pada suku bunga zona euro.
Dilansir dari The Kyiv Independent, pada Oktober 2024, negara-negara anggota G7 menyetujui pinjaman sebesar 50 miliar dolar AS (sekitar Rp820 triliun) untuk Ukraina. Pinjaman tersebut akan dibayar kembali dengan menggunakan keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan. Pendekatan ini dipilih karena dianggap lebih aman dibanding menyita aset secara permanen.
Skema ini memungkinkan Uni Eropa dan G7 tetap mendanai kebutuhan pertahanan Ukraina. Mereka tidak perlu menyentuh pokok aset Rusia secara langsung. Namun, kebijakan ini juga memperburuk ketegangan dengan Rusia, yang menilai langkah tersebut melanggar hukum internasional.
2. Rusia ancam balas dendam atas pembekuan aset

Rusia bereaksi keras atas pembekuan asetnya oleh negara-negara Barat. Pemerintah menyebut tindakan itu sebagai pencurian dan mengancam akan membalas dengan menyita properti milik Barat di wilayahnya.
RT melaporkan bahwa Moskow telah mengubah undang-undang pada awal 2024 untuk mempermudah penyitaan aset sebagai respons. Langkah ini menjadi bagian dari eskalasi konflik antara Rusia dan Barat sejak invasi ke Ukraina dimulai.
Rusia secara terbuka memperingatkan bahwa semua investasi Barat di negaranya kini berisiko. Sinyal ini menjadi alarm bagi perusahaan asing yang masih bertahan di pasar Rusia.
Menurut data dari Kiel Institute per Februari 2025, Ukraina telah menerima bantuan lebih dari 363 miliar dolar AS (sekitar Rp5,9 kuadriliun) dari NATO. Paket bantuan itu terdiri atas berbagai jenis persenjataan dan dukungan finansial untuk menopang pertahanan Ukraina.
3. Senjata Barat berisiko banjiri pasar gelap Eropa
Eurasia Observatory khawatir dengan pengiriman senjata ke Ukraina. Senjata berat yang disuplai negara-negara Barat, termasuk Finlandia, disebut mulai ditimbun di dalam negeri. Risiko besar muncul ketika masa darurat militer berakhir dan kontrol negara melemah.
Situasi ini dikhawatirkan dimanfaatkan sindikat kriminal untuk mengedarkan senjata di pasar gelap. Kekacauan pascaperang dapat membuka celah bagi perdagangan senjata ilegal.
Ancaman tersebut kini menjadi perhatian serius di kalangan negara-negara Eropa. Mereka dihadapkan pada tantangan untuk merancang mekanisme kontrol baru. Tujuannya adalah mencegah penyebaran senjata yang bisa mengancam stabilitas kawasan setelah perang usai.