Inggris Dukung Rencana Otonomi Maroko atas Sahara Barat

Jakarta, IDN Times - Inggris menyatakan dukungannya untuk proposal otonomi yang diajukan Maroko pada 2007 terkait wilayah sengketa Sahara Barat. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyampaikan dukungan ini saat berkunjung ke Rabat, Maroko, Minggu (1/6/2025).
Rencana tersebut pada intinya menawarkan Sahara Barat otonomi terbatas, namun tetap di bawah kedaulatan Maroko.
Sebelumnya, Inggris mendukung hak rakyat Sahara Barat untuk menentukan nasib sendiri dan menganggap status wilayah tersebut masih belum final. Melalui langkah ini, Inggris menyusul Amerika Serikat, Prancis, dan Spanyol yang telah lebih dulu mendukung proposal Maroko tersebut.
1. Maroko sambut baik dukungan Inggris
Lammy melihat proposal otonomi Maroko sebagai cara terbaik untuk mencapai solusi damai. Ia mengatakan Inggris akan mendukung penyelesaian konflik ini sejalan dengan sikap barunya, baik dalam hubungan langsung antarnegara maupun di tingkat internasional, dilansir Middle East Eye.
"Inggris menilai proposal otonomi Maroko tahun 2007 sebagai dasar yang paling bisa dipercaya, dijalankan, dan praktis untuk penyelesaian sengketa yang permanen. Tahun ini adalah kesempatan penting untuk mencari solusi sebelum konflik ini genap berumur 50 tahun pada November nanti," kata David Lammy di Rabat, dilansir France24.
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, menyambut baik perubahan sikap Inggris dan menyebutnya sebagai langkah bersejarah. Menurutnya, dukungan Inggris sangat membantu mempercepat upaya mencari solusi akhir yang bisa diterima semua pihak melalui rencana otonomi Maroko.
2. Aljazair kecam keputusan Inggris
Sengketa Sahara Barat sudah berlangsung hampir 50 tahun, sejak Spanyol angkat kaki dari wilayah itu pada 1975. Sejak itu, Maroko mengklaim kedaulatan atas daerah gurun yang kaya fosfat ini. Sementara, Front Polisario, yang didukung Aljazair, berjuang untuk kemerdekaan penuh rakyat Sahrawi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga kini masih menganggap Sahara Barat sebagai wilayah yang belum memiliki pemerintahan sendiri. PBB telah mengirim misi perdamaian sejak 1991 untuk mengadakan referendum penentuan nasib sendiri. Namun, pemungutan suara itu tak pernah terjadi dan gencatan senjata pun berakhir pada pertengahan November 2020.
Aljazair menyesalkan keputusan Inggris yang mendukung rencana Maroko. Menurut Aljazair, rencana tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan konflik secara adil.
"Dalam 18 tahun keberadaannya, rencana ini tidak pernah diajukan kepada rakyat Sahrawi sebagai dasar negosiasi, juga tidak pernah dianggap serius oleh utusan PBB yang silih berganti," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Aljazair.
3. Inggris-Maroko sepakati berbagai kerja sama baru

Menyusul dukungan politik ini, Bourita mengungkap adanya pembicaraan soal investasi Inggris di Sahara Barat. Lembaga kredit ekspor Inggris, UK Export Finance, kemungkinan akan mendukung proyek di Sahara.
Dukungan ini adalah bagian dari komitmen Inggris senilai 5 miliar poundsterling (sekitar Rp109 triliun ) untuk berbagai proyek ekonomi baru di Maroko. Kedua negara sepakat bekerja sama di banyak bidang seperti kesehatan, inovasi, pelabuhan dan pengelolaan air.
Menurut Lammy kemitraan ini bisa membawa untung besar bagi Inggris, mengingat Maroko akan menjadi salah satu tuan rumah Piala Dunia 2023.
"Kemitraan ini akan memungkinkan bisnis-bisnis Inggris untuk mencetak skor besar di panggung sepak bola terbesar ini," kata Lammy, dilansir dari The Guardian.