Israel Umumkan Rencana Pendudukan Gaza Gideon's Chariots, Apa Itu?

Jakarta, IDN Times - Israel mengumumkan strategi militer baru untuk Jalur Gaza bernama "Gideon's Chariots" atau Kereta Gideon. Rencana ini disetujui secara bulat oleh kabinet keamanan Israel pada Senin (5/5/2025).
Berbeda dari operasi-operasi sebelumnya, strategi baru ini berencana menduduki Gaza secara permanen dan tidak akan menarik pasukan setelah operasi selesai. Israel juga akan memindahkan seluruh penduduk Palestina ke wilayah terbatas di selatan Gaza.
Melansir The Guardian, rencana Gideon akan dimulai jika tidak ada kesepakatan dengan Hamas dalam 10 hari setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Timur Tengah. Para menteri sayap kanan di pemerintahan PM Benjamin Netanyahu telah lama menginginkan pendudukan kembali Gaza, yang sempat ditinggalkan Israel pada 2005.
1. Tiga langkah Israel untuk menguasai Gaza
Tahap pertama rencana Gideon sudah dimulai beberapa minggu lalu. Israel mulai menghancurkan infrastruktur di Rafah, termasuk bangunan tempat tinggal. Fase ini akan berlangsung hingga kunjungan Trump pada 16 Mei 2025. Selama periode ini, militer Israel menyiapkan area di Rafah untuk menampung hampir 2 juta warga Gaza yang akan dipindahkan.
Melansir Middle East Eye, tahap kedua adalah mobilisasi penduduk. Militer Israel akan melancarkan serangan di seluruh Gaza dan memaksa warga Palestina meninggalkan rumah mereka menuju lokasi baru di selatan.
Langkah ini bertujuan menekan Hamas dan mendorong warga Gaza agar pergi ke area dekat perbatasan Mesir dan Israel. Area relokasi berada di barat daya, antara sumbu Morag dan koridor Philadelphi, terputus dari pantai dan dibatasi zona penyangga Israel yang terus meluas.
Militer Israel akan mendirikan pos pemeriksaan di jalan-jalan utama menuju area relokasi. Warga Palestina harus melewati pemeriksaan keamanan sebelum diizinkan masuk ke zona baru tersebut. Israel juga dilaporkan telah bernegosiasi dengan beberapa negara untuk menerima warga Palestina yang akan dipindahkan sebagai bagian dari rencana ini.
Tahap ketiga adalah operasi darat yang bertujuan menguasai seluruh Gaza dan menetap di wilayah yang diduduki untuk jangka panjang. Militer Israel akan meratakan bangunan yang bisa digunakan Hamas dan menghancurkan terowongan. Operasi ini diperkirakan berlangsung berbulan-bulan dan melibatkan puluhan ribu tentara cadangan yang telah dimobilisasi.
2. Israel akan ambil alih distribusi bantuan ke Gaza

Rencana Gideon akan semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza. Bantuan hanya akan disalurkan di zona baru selatan melalui kontraktor yang disetujui militer Israel. Jumlah bantuan juga dibatasi hanya 60 truk per hari, hanya sepersepuluh dari jumlah selama gencatan senjata.
Sistem distribusi bantuan akan diatur ketat dengan pola pembagian mingguan. Satu perwakilan dari setiap keluarga diizinkan mengambil bantuan dengan jumlah yang diukur khusus untuk keluarga mereka.
Menurut militer Israel kebutuhan rata-rata keluarga Gaza sekitar 70 kilogram makanan per minggu. Israel berjanji akan memberikan jumlah tepat untuk mencegah kelaparan.
Namun, kondisi di Gaza sendiri sudah sangat memprihatinkan. OCHA melaporkan 92 persen anak usia enam bulan hingga 2 tahun beserta ibu mereka kekurangan nutrisi dan 65 persen penduduk Gaza kesulitan mendapatkan air minum bersih. Israel telah melakukan blokade total sejak Maret lalu.
Amnesty International memperingatkan tindakan memindahkan warga Palestina ke selatan Gaza dan mengurung mereka di area terbatas merupakan kejahatan perang. Jika dilakukan sebagai bagian dari serangan sistematis terhadap penduduk sipil, tindakan tersebut juga bisa dikategorikan kejahatan terhadap kemanusiaan, dilansir TRT Global.
3. Makna simbolis nama Gideon's Chariots
Nama "Gideon's Chariots" memiliki makna simbolis dalam konteks Israel. Gideon adalah tokoh Alkitab yang memimpin pasukan kecil untuk mengalahkan suku Midian, sebuah suku Arab kuno. Sementara "Merkavot" menggabungkan istilah "kereta perang" dengan tank Merkava Israel yang digunakan di Gaza dan Tepi Barat.
Melansir The New Arab, selama diskusi penamaan operasi, seorang menteri Israel bahkan bergurau agar operasi diberi nama "biarkan aku mati bersama orang Filistin". Istilah ini merujuk pada penduduk kuno wilayah Gaza. Usulan ini ditolak dengan gurauan tidak pantas dari PM Israel Netanyahu.
"Tidak, kami tidak mau mati bersama mereka (warga Palestina). Biarkan mereka mati sendiri," balas Netanyahu.
Hamas mengecam rencana Israel ini dan menyebutnya sebagai kedok untuk perampasan tanah dan pemindahan paksa. Kelompok ini menganggap rencana tersebut mengungkap kepalsuan klaim Israel tentang distribusi bantuan dan merupakan bagian dari strategi pendudukan jangka panjang.
Rencana ini juga menghadapi kritik dari dalam Israel. Forum Keluarga Sandera Israel khawatir rencana ini akan mengancam nyawa para sandera yang masih ditahan Hamas. Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, bahkan telah memperingatkan para menteri bahwa rencana sebesar ini memang berisiko bagi para sandera.