Jepang: Larangan Kewarganegaraan Ganda adalah Konstitusional

- Pengadilan tinggi Jepang memutuskan UU kewarganegaraan ganda konstitusional
- Yuri Kondo kehilangan kewarganegaraan Jepang setelah menjadi warga negara AS dan ditolak permohonan paspor Jepang
- Kondo menilai penolakan paspornya melanggar haknya, pengadilan menolak gugatannya dan menguatkan keputusan pengadilan lebih rendah
Jakarta, IDN Times - Pengadilan tinggi Jepang memutuskan bahwa undang-undang (UU) kewarganegaraan yang menolak kewarganegaraan ganda adalah konstitusional.
Ini menguatkan keputusan pengadilan yang lebih rendah, yang menolak klaim yang diajukan oleh seorang wanita kelahiran Jepang yang kehilangan kewarganegaraan Jepangnya setelah menjadi warga negara Amerika Serikat (AS) yang dinaturalisasi.
Dalam putusan pada 10 Oktober, Hakim Ketua Pengadilan Tinggi Fukuoka Gunichi Kurushima mengatakan bahwa tidak ada keharusan untuk mengizinkan kewarganegaraan ganda dan menyebut tujuan pasal tersebut wajar, dilansir Kyodo News, Jumat (11/10/2024)
1. Aturan tentang kewarganegaraan Jepang
Penggugat Yuri Kondo, 77 tahun, yang tinggal di Prefektur Fukuoka di Jepang barat daya, mengklaim Pasal 11 UU kewarganegaraan yang mengatur hilangnya kewarganegaraan Jepang jika kewarganegaraan asing diperoleh berdasarkan pilihan adalah melanggar haknya untuk mencapai kebahagian, menentukan nasib sendiri, dan identitas, seperti yang dilindungi oleh Konstitusi.
"Pengadilan tinggi tidak menunjukkan minat pada kesulitan yang saya hadapi dalam kehidupan nyata," ujarnya dalam konferensi pers pada Kamis setelah putusan tersebut dan bermaksud mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
"Ini tidak bisa dipercaya. Saya merasa frustasi," sambungnya, seraya menambahkan bahwa pengadilan hanya melihat apa yang tertulis di dalam UU, serta sama sekali tidak memperhatikan pengalaman dan situasi masing-masing individu.
2. Kondo memperoleh kewarganegaraan AS pada 2004 dan mengajukan paspor Jepang pada 2017

Di pengadilan tinggi, Kondo berargumen bahwa penolakan permohonan paspor, terlepas dari dokumen yang diajukan dan melanggar Konstitusi. Menurutnya, kegagalan pemerintah untuk memberi tahu warga negara tentang bagian pencabutan kewarganegaraan dari UU tersebut juga tidak konstitusional.
Keputusan pengadilan menyebutkan, Kondo yang lahir di Jepang, memperoleh kewarganegaraan AS pada 2004. Lalu, ia mengajukan permohonan paspor Jepang pada 2017, akan tetapi permohonannya ditolak pada tahun berikutnya karena alasan ia telah kehilangan kewarganegaraan Jepang. Pengadilan yang lebih rendah menolak gugatannya pada Desember tahun lalu.
Kondo menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk bolak-balik antara kedua negara, yang dia anggap sebagai rumahnya sebelum ia diidentifikasi sebagai warga negara ganda pada 2017. Hal ini pertama kali terjadi di kantor paspor di Tokyo, di mana paspornya disita dan permohonannya untuk perpanjangan ditolak. Kemudian, petugas imigrasi bandara menyadari bahwa ia meninggalkan Jepang dengan paspor Amerika yang tidak memiliki stempel masuk.
3. Setelah paspor Jepang ditarik, Kondo hanya memiliki paspor AS

Japan Times melaporkan, Kondo saat ini hanya memiliki paspor Amerika dan belum mengajukan permohonan kembali untuk mendapatkan paspor Jepang. Sebab, ia khawatir permohonannya akan ditolak lagi. Meski begitu, ia masih menyimpan kartu keluarga Jepangnya dan belum menerima komunikasi dari pemerintah yang memintanya untuk melepaskan salah satu kewarganegaraannya secara resmi.
Pada 2020 awal pandemik COVID-19, Kondo kembali ke Jepang dan telah tinggal di Fukuoka sejak saat itu. Ia khawatir bahwa ia mungkin tidak dapat kembali ke Negeri Sakura jika ia pergi dan sekarang khawatir tentang dampak dari tinggal melebihi batas waktu yang ditentukan. Sementara, status kewarganegaraannya masih belum pasti.
Di sisi lain, delapan orang yang tinggal di Eropa juga telah menentang konstitusionalitas UU tersebut. Namun, mereka kalah di Mahkamah Agung pada September tahun lalu.