Joe Biden Bahas Opsi Serang Fasilitas Nuklir Iran

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden baru-baru ini menerima paparan dari Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan terkait kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Pertemuan dilakukan beberapa minggu lalu secara tertutup dan membahas skenario respons jika Iran mempercepat pengayaan uranium hingga level senjata nuklir sebelum pelantikan presiden AS berikutnya pada Senin (20/1/2025).
Meski telah mendiskusikan berbagai opsi, hingga saat ini Biden belum mengambil keputusan final. Fokus utama dalam pertemuan tersebut adalah urgensi tindakan berdasarkan perkembangan program nuklir Iran, yang terus menjadi perhatian internasional.
1. Diskusi strategis di Gedung Putih
Pertemuan rahasia tersebut merupakan bagian dari perencanaan skenario untuk menghadapi kemungkinan eskalasi program nuklir Iran. Sumber yang mengetahui pertemuan menyatakan, diskusi ini tidak didasari intelijen baru.
Seorang pejabat AS menyatakan, pertemuan tersebut lebih bertujuan perencanaan skenario yang bijaksana, bukan untuk mengambil keputusan segera, dilansir dari Axios.
Diskusi mencakup berbagai skenario yang memungkinkan, termasuk respons jika Iran meningkatkan pengayaan uranium hingga 90 persen, level yang diperlukan untuk membuat senjata nuklir.
Beberapa penasihat Biden, menilai bahwa kondisi terkini, seperti melemahnya kekuatan proksi Iran di wilayah Timur Tengah, memberikan peluang strategis untuk serangan militer yang berhasil. Namun, sumber lain menyebut bahwa hingga kini tidak ada pembahasan aktif di Gedung Putih tentang kemungkinan serangan.
Biden sendiri dilaporkan memusatkan perhatian pada pertanyaan apakah langkah Iran sudah cukup mendesak untuk membenarkan tindakan militer sebelum masa jabatannya berakhir.
2. Perkembangan program nuklir Iran
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan, Iran telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 60 persen. Saat ini, Iran memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk membuat hingga empat bom nuklir, menurut laporan tersebut.
Namun, para ahli memperkirakan Iran memerlukan waktu setidaknya 1 tahun untuk mengembangkan perangkat nuklir atau hulu ledak. Selain itu, serangan Israel pada Oktober 2024 terhadap kompleks militer Parchin telah menghancurkan peralatan penting yang diperlukan untuk merancang dan menguji perangkat nuklir.
Aktivitas penelitian mencurigakan terkait senjata nuklir tetap terdeteksi. Para pejabat AS dan Israel khawatir bahwa Iran mungkin memanfaatkan masa transisi pemerintahan AS untuk mempercepat langkah menuju senjata nuklir.
Pada Desember 2024, Sullivan juga menyinggung perubahan sikap Iran dalam doktrin nuklirnya.
“Pernyataan publik pejabat Iran yang berubah dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan pertimbangan baru terkait doktrin mereka,” ujar Sullivan.
3. Diplomasi internasional dan posisi Iran

Iran secara konsisten membantah tuduhan bahwa mereka sedang mengembangkan senjata nuklir. Teheran mengklaim bahwa program nuklir mereka untuk kepentingan sipil. Namun, beberapa pejabat Iran baru-baru ini mulai membahas kemungkinan perubahan doktrin nuklir mereka secara terbuka.
Pertemuan diplomatik antara Iran dan negara-negara Eropa terkait program nuklir masih terus berlanjut. Putaran diskusi berikutnya dijadwalkan berlangsung pada Senin (13/1/2025) di Jenewa.
Dalam pertemuan sebelumnya, Iran menunjukkan ketidaksenangannya terhadap resolusi yang didukung oleh negara-negara Eropa, yang menuduh Iran kurang kooperatif dengan pengawas nuklir PBB.
Dilansir Times of Israel, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei secara terbuka menentang pengembangan senjata nuklir, meskipun aktivitas program nuklir Iran terus menimbulkan kekhawatiran global.
AS terus memantau perkembangan ini secara ketat. Sullivan juga menyatakan bahwa pemerintahan Biden telah memberikan peringatan kepada Iran terkait aktivitas mencurigakan Iran.