Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Luncurkan Rudal Hwasong-19, Korut Dituding Terima Teknologi dari Rusia

Ilustrasi peluncuran rudal. (unsplash.com/Forest Katsch)

Jakarta, IDN Times - Korea Utara (Korut) menguji rudal balistik antar benua (ICBM) berbahan bakar padat baru yang dijuluki Hwasong-19 pada Kamis (31/10/2024). Ini terjadi di tengah keributan internasional atas pasukan Korut yang dikerahkan untuk membantu perang Rusia di Ukraina.

Peluncuran rudal tersebut melesat lebih tinggi daripada rudal Pyongyang sebelumnya, yang dinilai oleh Korea Selatan (Korsel) dan Jepang telah memperoleh teknologi baru dari Moskow. Korut kemungkinan telah meluncurkan rudal untuk menguji teknologi tersebut.

Sementara itu, Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) memuji peluncuran tersebut sebagai rudal strategis terkuat di dunia.

"ICBM tipe baru ini membuktikan kepada dunia posisi hegemonik yang telah kita amankan dalam pengembangan dan pembuatan pengiriman nuklir," kata pemimpin Korut Kim Jong Un saat mengawasi peluncuran tersebut, KCNA melaporkan pada 1 November.

1. Peluncuran rudal Hwasong-19 menggunakan bahan bakar padat

Laporan KCNA mengatakan bahwa peluncuran itu tidak mempengaruhi keselamatan negara-negara tetangga. Hal itu juga dianggap sebagai langkah militer yang tepat dalam menghadapi ancaman dari musuh-musuh Pyongyang.

Hwasong-19 akan dikerahkan bersama Hwasong-18, yang pertama kali diluncurkan pada 2023 dan juga ditenagai oleh bahan bakar padat. Rudal berbahan bakar padat tidak perlu diisi bahan bakar segera sebelum peluncuran. Ini seringkali lebih mudah dan aman untuk dioperasikan, dan memerlukan lebih sedikit dukungan logistik, sehingga lebih sulit dideteksi daripada senjata berbahan bakar cair.

Media Korut merilis foto-foto yang menunjukkan rudal besar multi-tahap diluncurkan dari tabung yang dibawa oleh kendaraan pengangkut-penembak-peluncur. Rudal tersebut terbang sejauh 1.001,2 km selama 5.156 detik sebelum mendarat di laut lepas pantai timur Semenanjung Korea, dengan ketinggian puncak maksimum tercatat 7.687,5 km.

2. Transfer teknologi rudal dinilai sebagai imbalan atas pengerahan pasukan Korut ke Rusia

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu di wilayah Amur, Timur Jauh Rusia pada 13 September 2023. (dok. Laman resmi Presiden Rusia/en.kremlin.ru)

Menurut para ahli, jika rudal terbang tinggi dan dalam durasi lebih lama dari sebelumnya, berarti daya dorong mesinnya telah meningkat. Mengingat uji ICBM sebelumnya oleh Korut telah membuktikan bahwa rudal tersebut secara teoritis dapat mencapai daratan AS. Peluncuran itu kemungkinan terkait dengan upaya untuk menguji apakah rudal dapat membawa hulu ledak yang lebih besar.

Pyongyang disebut telah membuat kemajuan dalam teknologi rudalnya dalam beberapa tahun terakhir. Ada kekhawatiran bahwa Pyongyang mungkin akan meminta bantuan Moskow untuk menyempurnakan rudal berkemampuan nuklirnya sebagai imbalan atas dugaan pengiriman ribuan pasukan untuk mendukung perang Rusia di Ukraina, dilansir Associated Press.

Merespons peluncuran ICBM Korut, Washington, Seoul, dan Tokyo merilis pernyataan bersama yang mengecam peluncuran itu. Para menteri luar negeri (Menlu) ketiga negara mengungkapkan, peluncuran itu merupakan pelanggaran terhadap sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB. Mereka juga mengecam kerja sama militer yang semakin erat antara Pyongyang-Moskow, khususnya pengerahan pasukan Korut ke Rusia.

"Kami sangat mendesak Korut untuk segera menghentikan serangkaian tindakan provokatif dan mengganggu stabilitas yang mengancam perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea dan sekitarnya," kata para menlu.

3. Kremlin tidak merespons tudingan tersebut

Ketika ditanya perihal bantuan Moskow terhadap rudal atau teknologi militer Korut lainnya, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa ia tidak memiliki informasi tersebut. Menurutnya, hal itu adalah informasi khusus dan seharusnya pers menanyakannya kepada Kementerian Pertahanan.

Peskov merujuk pada pentingnya kemitraan strategis yang komprehensif, yang mencakup klausul pertahanan bersama. Ini berdasarkan pakta yang ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korut Kim Jong pada Juni lalu.

"Sekali lagi, saya hanya dapat mengulangi bahwa kami tetap berkomitmen pada perjanjian yang telah kami tandatangani. Kami tetap berkomitmen pada kepentingan kami untuk mengembangkan hubungan dengan tetangga kami di semua bidang, dan hal ini tidak perlu membuat siapapun khawatir dan cemas," ujarnya pada Kamis.

"Merupakan hak kedaulatan Rusia dan Korut untuk mengembangkan hubungan sebagai negara tetangga," sambungnya, dikutip dari The Straits Times.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us