Matilda, Korban Termuda Penembakan Bondi Beach, Dimakamkan Hari Ini

- Orang tua korban menyalahkan pemerintah Australia atas meningkatnya gelombang antisemitisme
- Insiden ancaman antisemit terbaru memicu kekhawatiran komunitas Yahudi di Australia
- Penyelidikan terhadap keterkaitan pelaku dengan jaringan ISIS dan kelompok militan di Filipina
Jakarta, IDN Times - Pemakaman Matilda, bocah perempuan berusia 10 tahun yang menjadi korban penembakan massal di Pantai Bondi, Sydney, dijadwalkan berlangsung pada Kamis (18/12/2025). Matilda merupakan korban termuda dalam tragedi penembakan saat perayaan Hanukkah yang menewaskan 15 orang.
Di tengah duka mendalam, orang tua Matilda melontarkan kritik keras terhadap pemerintah Australia. Mereka menilai pemerintah gagal merespons meningkatnya gelombang antisemitisme yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Penembakan tersebut terjadi pada Minggu dan disebut sebagai aksi penembakan massal terburuk di Australia dalam hampir 30 tahun. Serangan itu diduga dilakukan oleh seorang ayah dan anak yang telah teradikalisasi oleh kelompok Islamic State (ISIS).
Ayah pelaku, Sajid Akram (50), tewas ditembak polisi di lokasi kejadian. Sementara putranya, Naveed Akram (24), ditangkap dan pada Rabu didakwa dengan 59 pelanggaran pidana terkait serangan tersebut.
1. Kritik orang tua korban kepada pemerintah
Ibu Matilda, yang memperkenalkan dirinya sebagai Valentyna, menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap pemerintah dalam wawancara dengan media Australia. Keluarga meminta agar media tidak menggunakan nama belakang mereka.
“Kami telah mengatakan selama bertahun-tahun, mereka (pemerintah) tidak melakukan apa pun,” kata Valentyna, dikutip dari Channel News Asia.
Pernyataan itu merujuk pada rangkaian serangan antisemit yang terjadi di Sydney sebelum tragedi penembakan tersebut.
Pemakaman Matilda menjadi bagian dari rangkaian upacara perpisahan bagi para korban. Sehari sebelumnya, pemakaman telah digelar untuk sejumlah korban lainnya.
Di antara korban yang telah dimakamkan adalah Rabi Eli Schlanger (41) dan Rabi Yaakov Levitan (39). Keduanya dikenal luas di komunitas Yahudi Sydney.
Duka mendalam dan kemarahan komunitas Yahudi semakin menguat seiring munculnya kembali insiden ancaman bernuansa antisemit di Australia.
2. Insiden ancaman antisemit terbaru
Dalam insiden terbaru, seorang pria berusia 19 tahun asal Sydney didakwa dan akan menghadapi persidangan pada Kamis. Ia diduga mengancam akan melakukan kekerasan terhadap seorang warga Yahudi dalam penerbangan dari Sydney ke Bali pada Rabu (17/12).
Kepolisian Federal Australia menyatakan, ancaman tersebut bersifat antisemit.
“Polisi akan menuduh bahwa pria tersebut membuat ancaman antisemit dan gerakan tangan yang mengindikasikan kekerasan terhadap korban yang diduga, yang diketahui pria tersebut berafiliasi dengan komunitas Yahudi,” kata mereka.
Kasus ini menambah daftar panjang insiden bernuansa kebencian yang memicu kekhawatiran komunitas Yahudi di Australia. Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah lebih tegas.
Perdana Menteri Anthony Albanese kini berada di bawah tekanan, terutama dari komunitas Yahudi Australia. Mereka menilai pemerintah lebih memprioritaskan reformasi undang-undang senjata pasca-penembakan dibandingkan penanganan antisemitisme.
Pemerintah Partai Buruh yang berhaluan tengah-kiri sejauh ini menolak membentuk Royal Commission, sebuah penyelidikan tingkat tinggi dengan kewenangan yudisial, terkait tragedi penembakan tersebut.
3. Penyelidikan jaringan teror internasional
Menteri Keuangan Australia, Jim Chalmers mengatakan, pembentukan Royal Commission saat ini justru akan mengganggu fokus aparat keamanan. Ia menyebut, penyelidikan menyeluruh terhadap penembakan harus menjadi prioritas utama aparat keamanan Australia.
Polisi saat ini juga menyelidiki kemungkinan keterkaitan pelaku dengan jaringan ISIS yang berbasis di Australia, serta dugaan hubungan dengan kelompok militan di Filipina.
Dewan Keamanan Nasional Filipina menyatakan, Sajid Akram dan putranya memang berada di Filipina selama sebulan pada November. Namun, mereka tidak terlibat dalam pelatihan militer teror.
“Tidak ada laporan atau konfirmasi yang valid jika keduanya menerima bentuk pelatihan militer apa pun selama berada di negara ini dan tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut saat ini,” kata Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Año.
Kelompok yang terafiliasi dengan ISIS diketahui masih memiliki pengaruh di wilayah selatan Filipina. Namun, pihak berwenang menegaskan tidak ada bukti yang mengaitkan pelatihan militer di negara tersebut dengan pelaku penembakan di Sydney.

















