Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Meski Ditentang Barat, Uganda Kekeh Loloskan UU Anti-LGBTQ

Ilustrasi bendera Uganda. (Pixabay.com/OpenClipart-Vectors)

Jakarta, IDN Times - Parlemen Uganda, pada Selasa (2/5/2023), kembali meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-LGBT setelah melakukan perubahan. Tapi hukuman penjara yang lama dan hukuman mati masih diberlakukan. Perubahan dilakukan atas permintaan dari Presiden Yoweri Museveni.

RUU itu disahkan dengan dukungan 301 legislator dan hanya satu suara menentang. RUU tersebut sekarang akan dikirim kembali ke Museveni, yang dapat menandatanganinya, memveto atau mengembalikan lagi ke parlemen.

1. Perubahan yang diminta presiden

Presiden Uganda Yoweri Museveni. (Twitter.com/Yoweri K Museveni)

Dilansir VOA News, versi sebelumnya dari RUU itu disahkan parlemen pada Maret, tapi dikirim kembali ke parlemen oleh Museveni. Presiden meminta ada tiga perubahan sebelum ditandatangani menjadi undang-undang.

Perubahan yang dilakukan termasuk membedakan antara menjadi homoseksual dan benar-benar terlibat dalam tindakan sesama jenis. Museveni berpendapat hukum harus jelas, sehingga yang dikriminalisasi bukanlah bagaimana identitas orang tersebut, melainkan tindakan mereka dan segala promosi homoseksualitas.

Presiden juga menentang klausul yang menghukum pemilik properti yang bangunannya digunakan oleh kaum gay atau lesbian. Bagian itu dianggap akan menghadirkan tantangan konstitusional dan akan bermasalah untuk ditegakkan.

Rekomendasi ketiga yang diminta Museveni untuk diubah adalah kewajiban masyarakat untuk melaporkan tindakan sesama jenis menjadi hanya untuk kasus yang melibatkan anak-anak dan orang-orang rentan. Kegagalan dalam mematuhi aturan itu akan dijatuhi hukuman penjara 5 tahun.

2. RUU masih mempertahankan hukuman mati

Ilustrasi gantungan tali hukuman mati. (Pixabay.com/ArtWithTammy

Dilaksir Reuters, RUU itu masih mempertahankan sebagian besar tindakan keras yang diadopsi pada Maret. Ketentuan yang dipertahankan adalah menerapkan hukuman mati dalam kasus yang disebut "homoseksualitas yang diperparah", istilah yang digunakan pemerintah untuk menggambarkan tindakan seks sesama jenis ketika positif HIV.

RUU itu juga masih menerapkan hukuman 20 tahun karena mempromosikan homoseksualitas, yang menurut para aktivis dapat mengkriminalisasi setiap advokasi untuk hak-hak orang LGBTQ.

Para pendukung RUU mengatakan, undang-undang yang luas diperlukan untuk melawan upaya kelompok LGBTQ Uganda untuk merekrut anak-anak ke dalam homoseksualitas.

Ketua parlemen, Anita Among, mendesak anggota parlemen untuk tetap menentang kritik internasional terhadap RUU tersebut.

"Mari lindungi orang Uganda, mari lindungi nilai-nilai kita, kebajikan kita. Dunia Barat tidak akan datang dan memerintah Uganda," kata Among.

3. Penentang RUU anti-LGBT

Hubungan sesama jenis merupakan tindakan yang ilegal di Uganda di bawah undang-undang era kolonial Inggris.

Individu LGBTQ secara rutin menghadapi penangkapan dan pelecehan oleh penegak hukum, dan pengesahan RUU itu sebelumnya di parlemen pada Maret telah menimbulkan gelombang penangkapan, penggusuran, dan serangan massa terhadap individu LGBTQ.

Frank Mugisha, pengacara hak-hak gay dan pendiri organisasi Minoritas Seksual Uganda, mengatakan amandemen yang diminta Museveni membuat RUU itu menjadi lebih buruk.

“RUU ini menaikkan sanksi pelaporan dari tiga tahun menjadi lima tahun. RUU juga tidak mengkriminalisasi identitas atau identitas sebagai seorang LGBTQ, tetapi dalam promosinya tidak jelas. Jika kemudian seseorang mengidentifikasi sebagai orang LGBTQ, bukankah itu akan dianggap sebagai promosi?” Ujar Mugisha.

Fox Odoi Oywelowo, satu-satunya anggota parlemen yang menentang RUU, mengatakan meski ada perubahan RUU tetap bisa menyebabkan penyalahgunaan terhadap komunitas LGBTQ.

RUU tersebut telah ditentang oleh pemerintah Barat, yang sebelumnya telah menangguhkan bantuan, memberlakukan pembatasan visa, dan membatasi kerja sama keamanan sebagai tanggapan atas undang-undang anti-LGBTQ lain yang ditandatangani Museveni pada 2014. Undang-undang tersebut dibatalkan dalam beberapa bulan oleh pengadilan domestik atas dasar prosedural.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us