Militer Sudan dan RSF Belum Mau Negosiasi

Jakarta, IDN Times - Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan, Volker Perthes, mengatakan tidak ada tanda-tanda bahwa militer Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) ingin berunding untuk menghentikan konflik.
“Kedua belah pihak bersaing untuk mengamankan Sudan dan berusaha untuk menang. Tidak ada tanda bahwa keduanya mau negosiasi,” kata Perthes, dikutip Al Jazeera, Kamis (26/4/2023).
Perthes saat ini berada di kota Port Sudan, tempat di mana PBB mengevakuasi stafnya yang berada di Sudan, pun warga negara asing yang juga dievakuasi.
1. Ibu kota Khartoum jadi pusat perang

Sementara itu, ibu kota Khartoum kini berubah menjadi pusat perang di mana tembakan dan ledakan terus terdengar. Sebab, militer dan RSF telah menyepakati gencatan senjata 72 jam sejak dua hari lalu.
Korban tewas di Sudan saat ini telah mencapai 459 orang dan lebih dari empat ribu orang telah terluka.
Warga yang masih berada di Sudan pun mengaku kesulitan mencari makanan dan tidak mendapat akses listrik serta internet.
2. Konflik bisa menyebar ke negara lain

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak agar kedua pihak di Sudan segera menghentikan perang. Sebab, konflik ini dikhawatirkan bisa menyebar ke negara lain.
“Sudan berbatasan dengan tujuh negara, yang semuanya terlibat dalam konflik atau kerusuhan sipil selama dekade terakhir,” ujar Guterres.
“Perebutan kekuasaan di Sudan tidak hanya membahayakan masa depan negara itu, tetapi juga menyalakan ‘api’ yang bisa meledakkan perbatasan,” lanjut dia.
3. Saling tembak berebut kekuasaan

Terlepas dari kesepakatan gencatan senjata, pertempuran masih terdengar hingga kemarin malam. Sejumlah jurnalis asing yang masih berada di Sudan mengatakan mereka mendengar tembakan dari Omdurman, kota yang terletak di seberang Sungai Nil.
Dari kota tersebut, militer menggunakan drone untuk menargetkan paramiliter RSF.