NATO Borong Rudal Stinger Senilai Rp11 Triliun

- NATO memesan rudal Stinger senilai 700 juta dolar untuk memperkuat pertahanan permukaan ke udara.
- Rudal Stinger sangat diminati di Ukraina karena berhasil meminimalisir serangan udara Rusia.
- Peningkatan pesanan senjata selama dua tahun terakhir disebabkan oleh perang di Ukraina, yang membuat produksi industri pertahanan AS dan Eropa meningkat.
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa NATO Support and Procurement Agency (NSPA) sepakat memesan rudal Stinger senilai 700 juta dolar (Rp11,3 triliun). Dia mengatakan hal itu pada Selasa (9/7/2024).
Stinger adalah sistem pertahanan permukaan ke udara portabel yang dapat dibawa dan ditembakkan oleh pasukan atau dipasang pada kendaraan. Senjata ini digunakan sebagai pertahanan jarak pendek terhadap pesawat atau helikopter.
Rudal Stinger yang ditembakkan dari bahu sangat diminati di Ukraina, di mana mereka berhasil meminimalisir serangan udara Rusia.
1. Memperkuat industri pertahanan

Kontrak terakhir untuk rudal Stinger diketahui diberikan pada Mei 2022 saat Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) memesan senjata tersebut. AS membeli senilai 625 juta dolar (Rp10 triliun) untuk mengisi kembali stok yang dikirim ke Ukraina.
"Baru hari ini, NSPA menandatangani kontrak multinasional baru untuk rudal Stinger senilai hampir 700 juta dolar (Rp11,3 triliun)," kata Stoltenberg, dikutip Swiss Info.
"Tidak ada cara untuk menyediakan pertahanan yang kuat tanpa industri pertahanan yang kuat," tambahnya.
Pesanan NATO ini akan tetap menjaga jalur produksi rudal Stinger tetap berjalan hingga 2029. Rudal itu sendiri diproduksi oleh divisi Raytheon RTX.
2. Peningkatan produksi lini industri pertahanan
Stinger adalah salah satu senjata pertama yang dikirim AS untuk membantu Ukraina ketika Rusia menginvasi pada Februari 2022. Setelah itu, ada ratusan jenis sistem senjata, puluhan juta amunisi, artileri dan rudal lain yang dikirim.
Dilansir Associated Press, terjadi peningkatan pesat pemesanan senjata selama dua tahun terakhir. Tapi perusahaan-perusahaan pertahanan AS dan Eropa tidak mampu memproduksi pada tingkat kebutuhan perang konvensional yang besar.
Dalam dua tahun terakhir, beberapa lini produksi industri pertahanan AS dan Eropa cenderung stagnan. Baru kali ini produksinya meningkat karena perang di Ukraina.
"Jika Anda ingin berperang dalam jangka waktu yang lama, Anda harus memiliki industri yang mendukung Anda, yang memiliki kapasitas untuk jangka waktu yang lama," kata Morten Brandtzaeg, CEO Nammo, sebuah perusahaan amunisi di Norwegia.
Dalam pertemuan pada Selasa, dari 32 anggota NATO, 23 di antaranya diharapkan memenuhi komitmen membelanjakan dua persen anggaran PDB untuk pertahanan. Sebelumnya hanya ada enam negara anggota yang memenuhi target tersebut.
3. Anggota NATO diharap tingkatkan anggaran pertahanan

Negara-negara anggota NATO didorong meningkatkan anggaran pertahanan ketika Rusia diketahui telah menghabiskan banyak anggaran untuk mesin perangnya. Menteri Pertahanan Estonia Hanno Pevkur mengatakan, Moskow saat ini menghabiskan sekitar tujuh hingga sembilan persen PDB untuk pertahanannya.
Dilansir Defense News, dia mengatakan Estonia kini membelanjakan lebih dari tiga persen PDB untuk pertahanan, tapi perlu lebih banyak untuk mengisi kembali persediaannya.
Władysław Kosiniak-Kamysz, Menteri Pertahanan Polandia, mengatakan negaranya akan mengalokasikan setidaknya empat persen PDB untuk pertahanan. Dia mengatakan, perang di Ukraina menyingkap kelemahan industri pertahanan Polandia dan dunia secara keseluruhan.
AS sendiri telah merasa terbebani karena memberi bantuan senjata kepada Ukraina, Israel dan Taiwan secara bersamaan. Penasihat keamanan AS Jake Sullivan mengatakan, masing-masing anggota NATO akan berjanji membuat rencana memperkuat kapasitas industri pertahanan mereka sendiri.