Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Parlemen Belanda Desak Penyelidikan Kasus Israel Intimidasi ICC 

ilustrasi bendera Belanda (unsplash.com/Remy Gieling)
Intinya sih...
  • Anggota parlemen Belanda mendesak pemerintah mereka untuk menyelidiki tuduhan bahwa Israel telah memata-matai dan mengintimidasi pengacara di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
  • Laporan investigasi dari media The Guardian, +972, dan Local Call mengungkap upaya Israel menggunakan badan intelijennya untuk memata-matai, meretas, menekan, memfitnah, dan mengancam staf senior ICC.
  • Pemerintah Belanda diminta untuk segera menyelidiki kemungkinan keterlibatan kedutaan Israel dalam upaya mengintimidasi ICC, serta bersikap keras terhadap Israel seperti saat mengecam sanksi AS terhadap ICC pada tahun 2020.

Jakarta, IDN Times - Anggota parlemen Belanda mendesak pemerintah mereka untuk menyelidiki tuduhan bahwa Israel telah memata-matai dan mengintimidasi pengacara di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Desakan ini muncul menyusul laporan investigasi dari media The Guardian, +972, dan Local Call yang mengungkap upaya Israel menggunakan badan intelijennya untuk memata-matai, meretas, menekan, memfitnah, dan diduga mengancam staf senior ICC.

Tujuan upaya tersebut adalah untuk menggagalkan penyelidikan ICC terhadap Israel terkait dugaan kejahatan perang di Palestina. Kati Piri, anggota parlemen Belanda dari aliansi Green-Labour, menegaskan bahwa negaranya memiliki tanggung jawab khusus untuk melindungi ICC.

Ia mengutuk keras tindakan intimidasi dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap pasal 70 Statuta Roma tentang tindak pidana terhadap administrasi peradilan.

1. Mossad turun tangan ancam jaksa ICC

Dilansir The Guardian pada Jumat (31/5/2024), anggota parlemen Belanda dari aliansi liberal-progresif D66 dan Green-Labour mengutuk keras tindakan Israel ini. Mereka juga menuntut informasi lebih lanjut terkait kasus ini serta  mendesak diadakannya penyelidikan independen.

Dalam upaya ini, Mantan kepala Mossad, Yossi Cohen, bahkan diduga mengancam mantan jaksa ICC, Fatou Bensouda. Hal ini dilakukan dengan bantuan Presiden Kongo Joseph Kabila untuk menekan Bensouda selama perjalanannya ke Kongo.

Namun, upaya Israel pada akhirnya tidak berhasil menghentikan ICC. Pengadilan tetap meminta surat perintah penangkapan untuk petinggi Israel, termasuk PM Benjamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang. ICC juga memerintahkan penangkapan terhadap tiga pemimpin Hamas. 

2. Tanggung jawab sebagai tuan rumah ICC

Anggota parlemen Belanda menekankan tanggung jawab khusus negara mereka sebagai tuan rumah ICC. Hal ini dinilai penting untuk memastikan pengadilan dapat berfungsi secara independen dan bebas dari segala bentuk intimidasi.

Mereka menuntut pemerintah Belanda untuk segera menyelidiki kemungkinan keterlibatan kedutaan Israel dalam upaya mengintimidasi ICC. Jika terbukti, Belanda diminta untuk memberikan konsekuensi tegas seperti yang dilakukan terhadap mata-mata Rusia di Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada 2018 lalu.

"Saya berharap pemerintah Belanda akan bersikap tegas membela ICC, penegakan hukum internasional, serta para pengadu, staf, dan saksi yang diintimidasi sehingga tak berani lagi bersaksi atas kejahatan perang di ICC, meski kali ini menyangkut Israel yang biasanya adalah sekutu Belanda", tegas Piri. 

Piri meminta pemerintah Belanda untuk bersikap keras terhadap Israel, sama seperti sikap tegas mereka saat mengecam sanksi AS terhadap ICC pada tahun 2020. Sanksi AS waktu itu dijatuhkan karena ICC sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan tentara Amerika di Afghanistan.

3. Israel juga intimidasi wartawan penyelidik kasus ICC

Upaya intimidasi Israel tidak hanya menyasar ICC, tetapi juga wartawan yang berusaha mengungkap skandal tersebut. Gur Megiddo, reporter investigasi harian Israel Haaretz, mengaku diancam oleh pejabat tinggi keamanan Israel jika berani melaporkan aksi Mossad tersebut.

"Otoritas keamanan Israel menghalangi saya mempublikasikan laporan tentang tindakan Yossi Cohen. Mereka mengancam akan memberi saya konsekuensi serius jika informasi ini sampai dibocorkan ke media asing," ungkap Megiddo kepada The Guardian.

"Saya menganggap ancaman itu sangat serius. Ini bukan gertakan kosong. Mereka menegaskan akan menjatuhkan hukuman nyata jika saya nekat," imbuhnya.

Kasus ini juga menunjukkan memburuknya kebebasan pers di Israel akibat sensor ketat yang diberlakukan oleh militer dan pengadilan. Data dari majalah +972 dan LSM Movement for Freedom of Information mengungkap, sepanjang 2023 sensor militer Israel melarang publikasi 613 artikel, jumlah terbanyak sejak 2011. Mereka juga menyunting 2.703 artikel lainnya, rekor tertinggi sejak 2014.

"Bahkan sebelum eskalasi di Gaza Oktober lalu, kami sudah melihat sikap bermusuhan pemerintah Israel terhadap jurnalisme," kata Haggai Matar, direktur eksekutif +972 kepada CBC News.

Ia menambahkan, pemerintah sayap kanan PM Netanyahu juga getol menargetkan kebebasan pers, antara lain dengan menutup kantor Al Jazeera pada Mei lalu dan mendorong RUU yang membatasi media. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us