Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemerintah Gambia Gagalkan Upaya Kudeta Militer

Presiden Gambia Adama Barrow. (Twitter.com/President Barrow)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Gambia, pada Rabu (21/12/2022), mengaku telah menggagalkan upaya kudeta terhadap Presiden Adama Barrow sehari sebelumnya. Upaya kudeta itu direncanakan oleh tentara dan situasi saat ini diklaim sudah di bawah kendali pemerintah. 

Barrow memimpin Gambia setelah mengalahkan mantan Presiden Yahya Jammeh yang telah menjabat selama 22 tahun. Jammeh berhasil menang pada pemilu 2016. Namun, kini popularitas Barrow telah mengalami penurunan.

1. Empat tentara ditangkap

Ilustrasi penangkapan. (Unsplash.com/niu niu)

Melansir France 24, pemerintah mengatakan upaya kudeta itu dilakukan oleh beberapa tentara Gambia, dan beberapa orang yang diduga berencana melakukan kudeta telah ditangkap.

"Berdasarkan laporan intelijen, beberapa tentara Gambia berencana untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Adama Barrow yang dipilih secara demokratis. Operasi militer cepat yang dilakukan kemarin menangkap empat tentara, yang terkait dengan dugaan rencana kudeta ini," kata pemerintah.

"Tentara yang ditangkap saat ini membantu polisi militer dengan penyelidikan mereka. Sementara itu, tentara sedang mengejar tiga orang yang diduga sebagai kaki tangan," tambah pernyataan itu.

Tentara dilaporkan telah dikerahkan di sekitar markas Barrow di pusat ibu kota Banjul, pada Selasa malam (20/12), ketika laporan kudeta pertama kali muncul. Namun, tentara membantahnya, dengan mengatakan bahwa mereka hanya melakukan latihan militer.

Afrika Barat telah diguncang oleh serangkaian perebutan kekuasaan militer sejak 2020, yaitu di Mali, Guinea, dan terakhir di Burkina Faso.

2. Popularitas Barrow menurun

Presiden Gambia Adama Barrow. (Twitter.com/President Barrow)

Melansir BBC, sejak Barrow memimpin banyak perwira senior meninggalkan ketentaraan. Presiden tidak percaya pada militer Gambia. Dia bahkan menggunakan pasukan Senegal untuk menjaga keamanan probadinya. Sementara, bandara internasional utama dan pelabuhan laut masing-masing dijaga oleh pasukan dari Nigeria dan Ghana.

Hal itu membuatnya tidak disukai oleh banyak orang Gambia, yang merasa kedaulatan negara telah dirusak karena pemerintah mengandalkan pasukan asing.

Barrow menjadi tidak populer setelah dia memisahkan diri dari Partai Persatuan Demokrat (UDP), yang mendorongnya ke tampuk kekuasaan pada 2016. Dia kemudian membentuk Partai Rakyat Nasional (NPP) untuk mengikuti pemilu tahun lalu dan berhasil membuatnya kembali memimpin.

Popularitasnya semakin anjlok ketika dia mengumumkan bahwa dia telah membentuk aliansi dengan partai lama Jammeh. Langkah itu disebut sebagai upaya dia untuk mengamankan periode kedua.

Partainya, dalam pemilu legislatif pada April, gagal meraih mayoritas mutlak kursi di parlemen.

3. Presiden sebelumnya memimpin setelah melakukan kudeta

Ilustrasi bendera Gambia. (Pixabay.com/jorono)

Jammeh merupakan mantan tentara yang memimpin sejak 1994 setelah menggulingkan Dawda Jawara, presiden pertama dan mantan perdana menteri. Setelah kekalahannya dari Barrow, Jammeh melarikan diri ke Guinea Khatulistiwa, tetapi tetap memiliki pengaruh di Gambia.

Pemerintahan Jammeh dituduh melakukan berbagai kejahatan. Pada 2017, rezim Barrow membentuk Komisi Kebenaran, Rekonsiliasi, dan Reparasi (TRRC) untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan di bawah Jammeh.

Penyelidikan itu mendengar hampir 400 saksi, baik korban dan juga mantan "Jungles", atau anggota regu pembunuh pada rezim Jammeh.

Laporan penyelidikan dirilis pada November 2021, melaporkan adanya pasukan pembunuh, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan. Laporan itu juga telah menyusun daftar pejabat yang katanya harus diadili.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us