Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengadilan Thailand Setujui Permintaan Ekstradisi Aktivis Vietnam

Ilustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/Daniel_B_photos)
Intinya sih...
  • Pengadilan Thailand menyetujui permintaan Vietnam untuk mengekstradisi aktivis Y Quynh Bdap yang dihukum atas tuduhan terorisme terkait kerusuhan pada 2023.
  • Bdap adalah aktivis hak asasi manusia dari suku Ede, salah satu kelompok minoritas Kristen di Vietnam yang bekerja untuk mengatasi diskriminasi agama dan hak atas tanah.
  • Pemerintah Thailand akan memiliki keputusan akhir tentang ekstradisi ini, meski ada kekhawatiran bahwa Bdap akan disiksa atau dibunuh jika dipulangkan.

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Thailand, menyetujui permintaan Vietnam untuk mengekstradisi aktivis Y Quynh Bdap pada Senin (30/9/2024). Vietnam menghukumnya atas tuduhan terorisme terkait kerusuhan pada 2023.

Bdap adalah aktivis hak asasi manusia dari suku Ede. Itu adalah salah satu dari sekitar 30 kelompok di Dataran Tinggi Tengah Vietnam yang disebut Montagnard, kelompok minoritas yang sebagian besar beragama Kristen. Dia bekerja untuk mengatasi diskriminasi terkait agama dan hak atas tanah.

1. Akan mengajukan banding

Ilustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Pengadilan mengatakan pemerintah Thailand akan memiliki keputusan akhir tentang ektradisi ini, meski aktivis itu mengatakan khawatir akan disiksa, atau bahkan dibunuh, jika dipulangkan.

“Terserah pemerintah untuk melaksanakan ekstradisi dalam waktu 90 hari terlepas dari putusan pengadilan,” kata hakim, menambahkan ada waktu 30 hari untuk mengajukan banding atas kasus tersebut dan jika ia tidak diekstradisi dalam waktu 90 hari harus dibebaskan, dikutip dari Radio Free Asia.

Pengacara Bdap, Nadthasiri Bergman, menyampaikan kliennya bertekad untuk melawan ekstradisi dan mengajukan banding. Dia meminta agar pemerintah Thailand tidak melaksanakan ektradisi itu

“Saya berharap pemerintah dan perdana menteri akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk tidak mengekstradisi dia,” katanya.

Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi (UNHCR) telah mengakuinya sebagai pengungsi, meskipun Thailand belum meratifikasi konvensi tentang pengungsi pada 1951, yang menguraikan perlindungan hukum, hak, dan bantuan yang berhak diterima pengungsi.

2. Thailand dianggap semakin berbahaya bagi pencari suaka

Bendera Thailand. (Unsplash.com/Dave Kim)

Sunai Phasuk, peneliti senior di Human Rights Watch (HRW) di Thailand, menyebut keputusan pengadilan mengejutkan dan mengecewakan karena mengabaikan kewajiban internasional negara tersebut dan hukumnya sendiri yang melarang pemulangan.

"Pihak berwenang Vietnam memiliki catatan panjang dalam memperlakukan pembangkang politik dengan buruk, terutama mereka yang masuk dalam daftar buronan seperti Y Quynh Bdap. Jadi, ada kekhawatiran bahwa ia akan diperlakukan buruk di dalam tahanan pihak berwenang Vietnam; termasuk penyiksaan, termasuk penghilangan paksa," katanya, dikutip dari VOA News.

Pada Mei, HRW menerbitkan laporan terperinci yang menuduh Thailand semakin berbahaya bagi pencari suaka asing selama dekade terakhir dengan terlibat dalam “pasar tukar” informal dengan negara-negara tetangga, yang secara paksa memulangkan para pembangkang satu sama lain, mengambaikan apakah mereka akan ditangkap, disiksa atau dibunuh di negara asal.

Negara tersebut telah memiliki undang-undang antipenyiksaan pada 2022, yang memunculkan harapan praktik tersebut akan berkurang. Namun, Sunai mengatakan kasus Bdap merupakan ujian besar pertama atas klausul pemulangan paksa dan negara itu gagal.

“Putusan pengadilan hari ini tidak hanya membahayakan nyawa Y Quynh Bdap, tapi juga menjadi preseden yang sangat berbahaya. Sekarang, pada dasarnya, pemerintah asing yang represif dapat bekerja sama dengan otoritas Thailand untuk memburu dan mengekstradisi para pembangkang yang tinggal di pengasingan di Thailand karena Thailand tidak dapat menjamin keselamatan mereka.”

Sunai meminta negara-negara yang mendukung tawaran Thailand saat ini untuk mendapatkan kursi bergilir di Dewan Hak Asasi Manusia PBB harus menggunakan dukungan mereka sebagai daya ungkit untuk mendesak pemerintah agar tidak melanjutkan ekstradisi. Beberapa pakar hak asasi independen PBB juga mendesak untuk menolak permintaan ekstradisi tersebut.

3. Pengadilan Vietnam menjatuhi hukuman 10 tahun penjara

Ilustrasi penjara. (Unsplash.com/Umanoide)

Bdap melarikan diri ke Thailand pada 2018 untuk menghindari penangkapan atas pekerjaannya untuk Montagnard. Dia ditangkap di Bangkok pada Juni atas permintaan Vietnam.

Pengadilan Vietnam telah mendakwa Bdap dengan tuduhan terorisme pada Januari tahun. Dia dituduh mengobarkan kerusuhan pada Juni 2023 terhadap dua kantor pemerintah di provinsi Dak Lak, yang menewaskan sembilan orang, termasuk empat petugas polisi.

Atas kasus ini pengadilan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepadanya secara in absentia. Bdap membantah terlibat dalam agitasi dan kekerasan, yang terjadi saat ia tidak berada di negaranya.

Pemerintah Vietnam juga telah melabeli kelompoknya, Montagnards Stand for Justice sebagai organisasi teroris.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us