Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pertempuran Meningkat, MSF Hentikan Operasi di Kamp Darfur Sudan

ilustrasi tentara (unsplash.com/Pawel Janiak)

Jakarta, IDN Times - Kelompok bantuan medis internasional, Doctors Without Borders, telah menangguhkan operasinya di kamp pengungsi Zamzam yang dilanda kelaparan di wilayah Darfur Utara, Sudan.

Pada Senin (24/2/2025), organisasi yang dikenal dengan nama Prancisnya Médecins Sans Frontières (MSF) ini menjelaskan bahwa pertempuran di dalam dan sekitar kamp tersebut telah meningkat, menyebabkan mereka kesulitan untuk memberikan bantuan medis. 

“Meskipun terjadi kelaparan yang meluas dan kebutuhan kemanusiaan yang sangat besar, kami tidak punya pilihan selain mengambil keputusan untuk menghentikan semua aktivitas kami di kamp tersebut, termasuk rumah sakit lapangan MSF,” kata kelompok itu.

1. Situasi saat ini tidak memungkinkan MSF untuk melanjutkan operasi

MSF adalah salah satu dari sedikit kelompok bantuan yang masih beroperasi di kamp Zamzam, yang menampung sekitar 500 ribu pengungsi.

Petugas kesehatan di rumah sakit lapangan MSF telah membantu merawat orang-orang yang terluka akibat serangan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) bulan ini, dan memberikan perawatan kepada ribuan anak-anak yang kekurangan gizi.

“Menghentikan proyek kami di tengah memburuknya bencana di Zamzam adalah keputusan yang menyedihkan,” kata Yahya Kalilah, Direktur MSF untuk wilayah Sudan.

“Dekatnya lokasi kekerasan, kesulitan besar dalam mengirimkan pasokan, ketidakmungkinan mengirim staf berpengalaman untuk mendapatkan dukungan yang memadai, dan ketidakpastian mengenai rute keluar dari kamp untuk rekan-rekan kami dan warga sipil membuat kami tidak punya banyak pilihan," tambahnya.

2. Pasien luka meninggal akibat kurangnya fasilitas di rumah sakit lapangan

Sudan terjerumus ke dalam perang saudara setelah ketegangan antara militer dan RSF meletus menjadi pertempuran pada April 2023. Konflik ini menyebabkan lebih dari 24 ribu orang tewas, memaksa lebih dari 14 juta penduduk mengungsi, dan memicu bencana kelaparan di berbagai wilayah di negara tersebut. Baik militer dan RSF sama-sama dituduh melakukan kejahatan perang.

Pada 11 Februari, RSF menyerbu Zamzam, memicu bentrokan selama 2 hari dengan tentara dan kelompok bersenjata sekutunya. MSF mengatakan, timnya telah merawat 139 pasien dengan luka tembak dan pecahan peluru di rumah sakit lapangan sepanjang bulan ini. Namun, 11 orang, termasuk 5 anak, meninggal lantaran fasilitas tersebut tidak memiliki peralatan yang diperlukan.

Organisasi itu mengungkapkan bahwa ambulansnya juga menjadi sasaran serangan dalam beberapa bulan terakhir.

“Pada Januari dan Desember, dua ambulans kami yang membawa pasien dari kamp ke El Fasher ditembak. Sekarang, situasinya bahkan lebih berbahaya dan akibatnya, banyak orang, termasuk pasien yang memerlukan operasi trauma atau operasi caesar darurat, terjebak di dalam Zamzam," kata Kalilah, dikutip dari VOA News.

3. Sekjen PBB peringatkan tentang kemungkinan eskalasi lebih lanjut

Pada Senin, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, memperingatkan tentang kemungkinan eskalasi lebih lanjut setelah RSF dan sekutunya sepakat untuk membentuk pemerintahan paralel.

Dilansir dari Al Jazeera, upacara penandatanganan kesepakatan itu diadakan secara tertutup di ibu kota Kenya, Nairobi, pada akhir pekan. Namun, pemerintahan yang dipimpin RSF diperkirakan tidak akan mendapat pengakuan luas karena kelompok itu dituduh melakukan kejahatan perang, termasuk genosida. 

Juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa sekjen PBB sangat khawatir dengan pengumuman tersebut.

“Konflik yang semakin meningkat memperdalam perpecahan negara,” kata Dujarric.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us