Rusia Disebut Rekrut Perempuan Afrika untuk Rakit Drone

Jakarta, IDN Times - Rusia disebut sudah mendatangkan perempuan muda berusia 18-22 tahun dari Afrika untuk bekerja di industri militer. Berdasarkan laporan pada Kamis (10/10/2024), mereka awalnya mendapatkan tawaran pekerjaan di sektor pelayanan dan pengolahan makanan di Rusia.
Sejak berkecamuknya perang Rusia-Ukraina, Moskow sudah merekrut tentara asing dari sejumlah negara dengan imbalan besar untuk membantu kepentingan perangnya di Ukraina. Mayoritas dari relawan itu berasal dari negara di kawasan Asia Tengah dan Asia Selatan.
1. Mengaku dijebak untuk bekerja di industri perakitan drone

Menurut laporan Associated Press, ratusan perempuan Afrika tersebut berasal dari Uganda, Rwanda, Kenya, Sudan Selatan, Sierra Leone, dan Nigeria. Terdapat pula perempuan yang berasal negara Asia Selatan, seperti Sri Lanka.
Mereka ditempatkan di Zona Ekonomi Khusus Alabuga, di Republik Tatarstan yang berjarak sekitar 1.000 km dari Moskow. Para pekerja asal Afrika tersebut mengaku ditempatkan bersama dengan siswa vokasi asal Rusia yang masih berusia 16 tahun.
Berdasarkan keterangan salah seorang pekerja, ia mengaku awalnya sangat antusias karena akan pergi ke Eropa. Namun, ketika diketahui tiba di Alabuga, ia baru sadar bahwa ini adalah sebuah jebakan.
"Perusahaan tersebut ternyata bergerak di industri perakitan drone. Tidak ada yang lain. Saya menyesal dan saya terus mengumpat sejak hari pertama saya melakukan semua ini," tutur perempuan asal Afrika tersebut.
Mereka mengaku mendapatkan bayaran tidak layak dan terus diawasi ketat selama berada di pabrik dan asrama. Bahkan, manajemen terus mendorong agar perempuan Afrika tersebut agar tidak keluar dari perusahaan.
2. Alabuga dijadikan pusat industri perakitan drone Rusia
Zona Ekonomi Khusus Alabuga sudah dibangun sejak 2006 untuk mendorong bisnis dan investasi di Tatarstan. Kawasan industri tersebut berkembang pesat setelah invasi Rusia ke Ukraina dan beberapa area diubah menjadi area industri militer.
Berdasarkan informasi yang didapat dari citra satelit, terlihat adanya renovasi dan pembangunan gedung baru antara 2021-2024. Selain itu, dalam dokumen kontrak perjanjian antara Rusia dan Iran juga menyebutkan Alabuga.
Pada 2022, Rusia dan Iran sudah menandatangani perjanjian senilai 1,7 miliar dolar AS (Rp26,6 triliun) untuk impor dan produksi drone. Sementara, drone Shahed-136 menjadi yang pertama kali dikirimkan ke Rusia dan kemudian dirakit di Alabuga.
Kini, Alabuga menjadi lokasi industri utama perakitan drone satu arah dan drone peledak. Bahkan, industri di Tatarstan tersebut diprediksi mampu memproduksi 6 ribu drone dalam setahun pada 2025.
3. Ukraina kecam aktivitas paramiliter Rusia di Afrika

Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiha, mengungkapkan kekhawatirannya terkait aktivitas ilegal tentara bayaran Rusia di Afrika. Ia menyebut aktivitas Rusia itu yang membuat hubungan Ukraina dengan Mali, Niger, dan Burkina Faso retak.
"Saya mengkhawatirkan aktivitas ilegal Rusia di beberapa negara Afrika. Moskow menggunakan Korps Afrika yang terdiri dari tentara bayaran dari perusahaan militer swasta, seperti Grup Wagner. Mereka selama ini melakukan aksi kriminal di Afrika," terangnya, dilansir APA News.
"Tentara bayaran tersebut memicu konflik internal dan instabilitas di negara-negara Afrika. Mereka juga terlibat dalam eksploitasi sumber daya alam di Afrika dan digunakan untuk membiayai militer Rusia untuk kepentingan perang di Ukraina," sambungnya.
Ia menambahkan, Rusia terus berupaya merekrut tentara dari Afrika dan Timur Tengah untuk berperang di Ukraina. Ia menyerukan agar mereka menolak bergabung dengan militer Rusia atau menyerah secara sukarela kepada tentara Ukraina.