Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sebut AS Pemicu Perang Rusia-Ukraina, China: Mental Perang Dingin!

Presiden Rusia, Vladimir Putin (kiri) dan Presiden China, Xi Jinping (kanan) (twitter.com/SpokespersonCHN)

Tangerang Selatan, IDN Times - China pada Rabu (10/8/2022) menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai penghasut utama atas krisis yang saat ini terjadi di Ukraina. 

Duta besar China untuk Moskow, Zhang Hanhui, menuduh Washington karena menyudutkan Rusia agar melakukan perang. AS dan sekutunya kemudian melakukan ekspansi keanggotaan NATO dan lebih memilih memberi dukungan ke pasukan Uni Eropa agar selaras dengan Ukraina daripada ke Moskow, dikutip dari hasil wawancara TASS.

"Sebagai penghasut utama krisis Ukraina, Washington, sementara memberlakukan sanksi komprehensif yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia, terus memasok senjata dan peralatan militer ke Ukraina," ujar Zhang.

1. Tujuan utama AS adalah menghancurkan Rusia melalui perang di Ukraina yang berlarut-larut

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden (instagram.com/@potus)

Zhang juga menyebut bahwa AS memiliki tujuan utama pada krisis yang terjadi di Ukraina, yaitu menghancurkan Rusia melalui perang yang berlarut-larut, dikutip dari Al Jazeera.

"Tujuan utama mereka adalah untuk menguras dan menghancurkan Rusia dengan perang yang berlarut-larut dan sanksi," kata Zhang.

Alasan duta besar itu terlihat mengikuti salah satu pembenaran Rusia atas invasinya. Sebuah perang yang telah menyebabkan ribuan kematian dan kehancuran seluruh kota Ukraina, di mana seperempat penduduk harus meninggalkan tempat tinggal mereka.

Zhang menyatakan, hubungan China-Rusia telah memasuki, “periode terbaik dalam sejarah, ditandai dengan tingkat rasa saling percaya tertinggi, tingkat interaksi tertinggi dan kepentingan strategis terbesar."

Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Beijing untuk bertemu presiden Xi Jinping. Kedua negara diyakini telah menyetujui perjanjian yang disebutnya sebagai kemitraan tanpa batas, yaitu sebuah persetujuan yang lebih unggul daripada aliansi perang dingin.

2. AS berusaha menerapkan taktik mentalitas perang dingin di Ukraina dan Taiwan

Potret kunjungan ketua DPR AS Nancy Pelosi (tengah) beserta delegasinya, Rabu (3/8/2022) di Taiwan (twitter.com/SpeakerPelosi)

Zhang juga mencela lawatan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, yang mengunjungi Taiwan. Dia menuduh AS sedang mencoba menerapkan taktik yang sama di Ukraina dan Taiwan, yaitu menghidupkan kembali mentalitas Perang Dingin, menahan China dan Rusia, serta memprovokasi persaingan dan konfrontasi kekuatan besar.

"Non-intervensi dalam urusan internal adalah prinsip paling mendasar untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di dunia kita," kata Zhang, dikutip dari Reuters, merujuk pada kebijakan Taiwan-AS.  

3. Rusia anggap Taiwan bagian dari China

Salah satu hasil pertemuan Putin dan Xi Jinping pada Februari lalu adalah Rusia memberikan dukungan terhadap sikap China, bahwa Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya dan menentang terhadap segala upaya kemerdekaan Taipei.

Sebelumnya, Kremlin menyatakan bahwa invasinya ke Ukraina merupakan bagian dari operasi militer khusus. Hal itu dilakukan untuk menjaga keamanan wilayah, sekaligus ingin melindungi pribumi Rusia dari penindasan. 

Kiev dan Barat menanggapi hal tersebut sebagai dalih tak berdasar, mengingat bahwa Ukraina telah memperoleh kemerdekaanya saat Uni Soviet runtuh pada 1991.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us