Selandia Baru Akan Cabut Larangan Eksplorasi Minyak dan Gas

Jakarta, IDN Times - Selandia Baru mengumumkan pencabutan larangan eksplorasi minyak bumi lepas pantai. Ini merupakan bagian dari serangkaian amandemen yang diusulkan terhadap Crown Minerals Act, sebagai upaya menghadapi tantangan keamanan energi yang ditimbulkan oleh cadangan gas alam yang menurun dengan cepat.
"Gas alam sangat penting untuk menjaga agar listrik tetap menyala dan ekonomi kita tetap berjalan, terutama selama puncak permintaan listrik dan ketika pembangkit listrik menurun karena adanya sumber-sumber yang tidak menentu, seperti angin, matahari, dan air," kata Menteri Sumber Daya Shane Jones pada Minggu (9/6/2024), dikutip dari laman resmi Pemerintah Selandia Baru.
1. Larangan eksplorasi minyak-gas dianggap menghambat investasi
Jones menuturkan, dengan pencabutan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) baru, diharapkan dapat menarik investasi ke sektor minyak dan gas negara di Selandia Baru. Serta, membangun kembali kepercayaan investor di sektor perminyakan negara itu. RUU tersebut akan diajukan ke Parlemen pada akhir 2024.
"Tanpa investasi ini, kita sekarang berada dalam situasi di mana produksi dan gas alam tahunan kami diperkirakan akan mencapai puncaknya tahun ini, dan mengalami penurunan yang berkelanjutan. Ini berarti kita menghadapi masalah keamanan pasokan," ujarnya.
"Tugas kami sebagai pemerintah adalah menyediakan kebijakan yang tepat agar sektor ini dapat berjalan dengan baik. Itulah yang ingin kami capai melalui amandemen ini," sambungnya.
Pada 2018, pemerintah memberlakukan larangan eksplorasi minyak bumi di luar Taranaki, wilayah kaya energi di Pulau Utara Selandia Baru. Regulasi tersebut menyebabkan penghentian eksplorasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber baru. Serta, mengurangi investasi untuk pengembangan lebih lanjut dari ladang-ladang gas yang telah diketahui, yang menopang tingkat penggunaan saat ini.
2. Regulasi baru akan mengubah sistem eksplorasi yang berlaku

Selain menghapus larangan yang ada saat ini, Wellington juga mengusulkan perubahan pada cara aplikasi eksplorasi minyak bumi yang ditenderkan dan dialokasikan, menyelaraskan rezim penonaktifan minyak bumi dengan praktik terbaik internasional, dan meningkatkan efisiensi peraturan.
Dilaporkan, beberapa peraturan yang ada saat ini menjadi penghalang untuk menarik investasi dalam eksplorasi dan produksi. Sebab, biayanya dianggap terlalu mahal dan memberatkan industri.
Pemerintah berharap agar dapat menggunakan sumber daya alamnya, guna meningkatkan keamanan dan keterjangkauan pasokan energi dan sumber daya, serta mendorong peluang pembangunan ekonomi regional dan meningkatkan kemandirian Selandia Baru untuk melindungi diri dari pasar internasional yang bergejolak.
"Selandia Baru tidak dapat mengabaikan kontribusi ekonomi yang signifikan dari sektor perminyakan dan sumber daya," kata Jones.
3. Penghapusan larangan eksplorasi minyak-gas menuai pro-kontra

Pada November 2023, pemerintah sayap kanan-tengah Selandia Baru merilis sejumlah rencana kebijakan. Ini termasuk proposal untuk menghapus larangan eksplorasi yang dilakukan oleh pemerintah Partai Buruh, yang sebelumnya dipimpin oleh Partai Buruh berhaluan kiri-tengah, dilansir The Straits Times.
Di sisi lain, Partai Hijau pada 2023 mengeluarkan petisi untuk mempertahankan larangan tersebut. Menurut mereka, pencabutan larangan itu merupakan langkah mundur yang akan menimbulkan konsekuensi serius.
"Pemerintah memasukkan minyak dan gas ke dalam krisis iklim, melapisi kantong-kantong perusahaan bahan bakar fosil, sementara semua orang akan menanggung akibatnya," kata salah satu pemimpin Partai Hijau, Chloe Swarbrick.
"Selandia Baru dapat memiliki perekonomian yang lebih berkelanjutan dan efisien dengan memprioritaskan energi ramah lingkungan dan tidak merugikan lingkungan," tambahnya, dikutip dari New Zealand Herald.
Data pemerintah Selandia Baru menunjukkan bahwa pada sektor minyak bumi dan mineral menyumbang 1,9 miliar dolar Selandia Baru (sekitar Rp18,8 triliun) terhadap PDB pada 2020-2021, dan 236 juta dolar Selandia Baru (Rp2,3 triliun) pada pendapatan pemerintah pada 2022-2023.