Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Senegal Desak Prancis Tanggung Jawab atas Pembunuhan Massal

Presiden Senegal, Bassirou Diomaye Faye. (twitter.com/PR_Senegal)
Presiden Senegal, Bassirou Diomaye Faye. (twitter.com/PR_Senegal)

Jakarta, IDN Times - Senegal, pada Minggu (1/12/2024), memperingati peristiwa pembunuhan massal kepada tentara Afrika Barat yang dilakukan oleh tentara Prancis pada 1944. Aksi tersebut dilakukan di kamp tentara Thiaroye yang tak jauh dari ibu kota Senegal, Dakar. 

Pada Mei, Perdana Menteri Senegal Ousmane Sonko mengaku berniat meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Prancis. Ia menyuarakan penolakannya terhadap keberadaan pangkalan militer Prancis di Senegal dan beberapa negara Afrika lainnya. 

1. Upacara peringatan dihadiri pemimpin dari negara tetangga

Upacara peringatan pembunuhan massal di Thiaroye dihadiri oleh beberapa kepala negara dari Mauritania, Komoros, Gabon, Gambia, dan Guinea-Bissau. Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, dan dipimpin oleh Presiden Senegal Bassirou Diomaye Faye. 

"Para pahlawan Afrika yang tidak dilengkapi alat pertahanan apapun dengan keberaniannya, kehormatannya, dan solidaritas antarwarga Afrika dibunuh dengan tangan dingin. Ini adalah sebuah pembunuhan massal," tutur Faye, dikutip France24.

Ia menambahkan bahwa skala aksi pembunuhan massal ini tetap diminimalisir dan sering kali dibantah oleh sejumlah keturunan dari orang-orang yang melakukannya.  

Insiden pembunuhan ini dilakukan pasukan Prancis pada 1 Desember 1944 dan membunuh setidaknya 35 orang dan terdapat dugaan korban mencapai 400 orang. Sedangkan kuburan di Thiaroye tidak memiliki nama dan tidak diketahui pasti berapa banyak korban sebenarnya. 

2. Macron akui adanya pembunuhan massal tentara Afrika

Pada Kamis (29/11/2024), Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk pertama kalinya mengakui pembunuhan massal tentara Afrika Barat oleh tentara Prancis pada 1944. Ia pun sudah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah Senegal. 

Menanggapi pengakuan ini, Faye mengatakan bahwa langkah Macron ini akan membuka pintu dan mengungkap seluruh kebenaran atas peristiwa menyedihkan di Thiaroye. 

"Kami sudah meminta penutup atas kisah ini dan kami percaya bahwa saat ini, Prancis berkomitmen untuk berkolaborasi. Prancis harus mengakui hari itu dan seluruh gaji dari tentara Afrika harus dibayarkan dan kompensasi atas pembunuhan massal," terangnya, dilansir Associated Press.

Pernyataan Macron ini disampaikan menjelang perayaan pembunuhan massal di Thiaroye ke-80 tahun pada Perang Dunia II. Langkah ini dilakukan di tengah menurunnya pengaruh Prancis di Afrika Barat dalam beberapa tahun terakhir. 

3. Senegal desak Prancis tutup pangkalan militer di Afrika Barat

bendera Senegal (pexels.com/aboodi)
bendera Senegal (pexels.com/aboodi)

Presiden Faye juga mengungkapkan, Prancis harus menutup seluruh pangakalan militer di negara-negara Afrika Barat. Ia mengatakan, pangkalan militer Prancis di Senegal tidak sesuai dengan keinginan negara untuk berdaulat. 

"Senegal adalah negara merdeka. Negara ini adalah sebuah negara berdaulat dan kedaulatan tidak akan menerima keberadaan pangkalan militer asing di sebuah negara berdaulat," terangnya. 

Meskipun demikian, Faye mengaku Prancis tetap akan menjadi rekan penting bagi Senegal. Ia menyebut bahwa keberadaan investasi perusahaan dan penduduk Prancis di negaranya sangat penting bagi Senegal.

"Hari ini, China adalah rekan terbesar Senegal mengenai investasi dan perdagangan. Namun, apakah China memiliki sebuah pangkalan militer di Senegal? Tidak. Apakah dengan ini relasi antara kedua negara putus? Tidak," kata dia. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us