Eks Staf CIA Dibui karena Bocorkan Rencana Serangan Israel

- Eks staf CIA, Rahman disebut berulang kali akses dan bagikan informasi rahasia soal rencana serangan Israel ke Iran
- Rahman, lulusan Universitas Yale, telah bekerja untuk CIA sejak 2016. Ia memiliki izin akses rahasia tingkat tinggi hingga penangkapannya pada November 2024.
Jakarta, IDN Times - Asif William Rahman, seorang mantan analis CIA, dijatuhi hukuman 37 bulan penjara karena membocorkan dokumen rahasia tentang rencana serangan Israel terhadap Iran. Pria berusia 34 tahun itu telah mengaku bersalah atas tuduhan menyimpan dan menyebarkan informasi pertahanan nasional secara sengaja pada Januari lalu.
“Selama berbulan-bulan, terdakwa ini mengkhianati rakyat Amerika dan sumpah yang diambilnya saat memasuki kantornya dengan membocorkan beberapa rahasia negara kita yang paling rahasia,” kata John Eisenberg, asisten jaksa agung untuk keamanan nasional, dikutip dari BBC.
Rahman, lulusan Universitas Yale, telah bekerja untuk CIA sejak 2016. Ia memiliki izin akses rahasia tingkat tinggi hingga penangkapannya pada November 2024.
1. Israel tunda serangan ke Iran setelah rencana mereka terungkap
Pihak berwenang mengatakan bahwa Rahman mencetak, memotret, dan mengirimkan dokumen rahasia tingkat tinggi negara kepada pihak yang tidak berwenang pada 17 Oktober 2024, ketika dirinya bekerja di Kedutaan Besar AS di Phnom Penh, Kamboja. Dokumen-dokumen tersebut kemudian tersebar di media sosial keesokan harinya.
Dokumen yang bocor tersebut memuat informasi mengenai latihan penerbangan militer Israel dan pergerakan pasukannya dalam persiapan menghadapi serangan balasan terhadap Iran. Akibat insiden ini, pejabat Israel menunda serangan mereka ke Iran hingga 26 Oktober.
2. Rahman berulang kali akses dan bagikan informasi rahasia
Menurut Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ), Rahman berulang kali mengakses dan mencetak Informasi Pertahanan Nasional yang tergolong rahasia hingga penangkapannya tahun lalu.
Pada musim semi 2024, saat bekerja sebagai analis CIA di Virginia, ia membocorkan lima dokumen rahasia dan sangat rahasia, membuat salinannya dan menyerahkannya kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Pada musim gugur 2024 ia kembali membocorkan 10 dokumen rahasia lainnya, dilansir dari New York Post.
“Saya sepenuhnya menerima tanggung jawab atas perilaku saya tahun lalu. Tidak ada alasan yang dapat membenarkan perbuatan saya," kata Rahman di pengadilan pada Rabu (11/6/2025).
Tim kuasa hukum Rahman menyatakan bahwa tindakan kliennya dipicu oleh kesedihan akibat persoalan keluarga dan pengalaman traumatis saat bertugas di Irak. Kondisi ini semakin diperparah oleh pecahnya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 55 ribu warga Palestina.
3. Jadi peringatan bagi pihak yang memiliki akses ke informasi rahasia
Roman Rozhavsky, asisten direktur divisi kontraintelijen FBI, mengatakan bahwa hukuman diharapkan dapat menjadi peringatan bagi semua pemegang izin keamanan.
"FBI akan menempuh segala cara untuk menemukan dan mengadili siapa pun — siapa pun mereka — yang membahayakan negara ini dengan membocorkan informasi sensitif tanpa izin," katanya dalam siaran pers, dikutip dari Newsweek.
Erik S. Siebert, jaksa federal untuk distrik timur Virginia, mengapresiasi ara penyelidik dan jaksa yang berhasil mengidentifikasi, menangkap, dan mengadili Rahman dalam waktu singkat.
"Kasus ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang memilih mendahulukan kepentingan pribadi di atas kesetiaan terhadap negara," tambahnya.