Capim KPK Johanis Tanak: Mau Hapus OTT dan Tak Setuju Diksi Perampasan

- Calo Pimpinan KPK Johanis Tanak akan menghapus metode penindakan melalui sistem OTT jika terpilih sebagai pimpinan KPK
- Ia juga tak setuju dengan penggunaan diksi perampasan dalam RUU Perampasan Aset
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menilai, operasi tangkap tangan tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pandangan itu disampaikan Johanis Tanak saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon pimpinan KPK yang baru di Komisi III DPR RI, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Tanak akan menghapus metode penindakan melalui sistem OTT jika terpilih sebagai pimpinan KPK.
"Tapi seandainya saya bisa jadi (Pimpinan KPK), mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata dia.
1. Diapresiasi Komisi III DPR RI

Mendegar pernyataan Johanis Tanak, anggota Komisi III DPR RI bertepuk tangan. Menurut Johanis Tanak, penerapan OTT tak tepat.
Ia menjelaskan, OTT merupakan singkatan dari operasi tangkap tangan. Menurut kaidah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Johanis, berkaitan dengan dokter. Sebagai dokter, operasi dilakukan setelah segala sesuatu siap dan direncanakan.
Adapun, pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP adalah suatu persitiwa yang terjadi seketika itu juga pelakunya ditangkap dan pelakunya langsung menjadi tersangka.
"Kalau seketika pelaku itu menjadi melakukan perbuatan dan tangkap. Tentunya tidak ada perencanaan," kata dia.
2. Johanis Tanak dicecar DPR mengenai OTT

Pernyataan Tanak itu muncul setelah mendapat pertanyaan dari Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo saat sesi tanya jawab dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK.
Legislator Partai NasDem itu bertanya, apakah OTT masih relevan dilakukan KPK di masa yang akan datang. Pasalnya, ada banyak pihak yang menilai, OTT merupakan tindakan yang kampungan.
"Apakah OTT untuk ke depan ini masih rrlevan untuk Pak Johanis Tanak atau seperti apa? Karena begitu banyak orang yang sudah di OTT, begitu banyak orang yang keluar masuk penjara, tapi rasa-rasanya tidak ada efek jera, ini perlu koreksi saja. Apakah ini masih relevan kondisi ini," tanya dia.
Rudianto bertanya apakah ke depannya, Tanak lebih fokus mengedepankan pengembalian kerugian negara atau OTT.
"Bayangkan kalau kita punya utang negara ribuan triliun, lalu kemudian KPK bekerja untuk penyelamatan-penyelematan aset negara misalnya, mebambah penerimaan negara, sektor SDA yang luar biasa," tambahnya.
3. Tak setuju penggunaan diksi perampasan aset

Selain itu, Tanak juga tak setuju dengan penggunaan diksi perampasan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Dia menilai, diksi tersebut tidak elok karena sama saja negara merampas aset seseorang.
"Yang jelas kalau dari "katanya" saya kurang setuju. Namanya mau rampas itu suatu kata yang tidak bagus ya, saya rampas ini ya bagus nggak kalimatnya ini? Negara merampas Iya kan?" kata dia.
Tanak lebih setuju diksi perampasan aset itu diganti. Ia menilai diksi pemulihan aset seperti yang diusulkan pimpinan Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia lebih cocok.
Menurutnya, pemulihan aset terjadi karena ada perbuatan tercela oleh seseorang, sehingga merugikan negara. Oleh karena itu, kerugian negara itu harus dipulihkan.
"Kalau kata pemulihan aset ya tentunya karena ada perbuatan yang tercelahkan yang merugikan negara sehingga kerugian negara itu harus dipulihkan nah itu oke lah," kata dia.
"Tapi kalau merampas kata merampasnya itu. Saya cuma tidak cocoknya kata merampas itu," tambahnya.
4. Diprotes karena sempat bertemu pihak berperkara

Dalam kesempatan itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas sempat menyinggung Johanis Tanak karena diduga sempat bertemu Muhammad Idris Prayoto Sihite, yang saat itu pernah berperkara.
"Hasil penelusuran kami yang kita lihat, saudara pernah terlibat pernah terlibat dan berkomunikasi dengan pihak yang berperkara, yakni M Idrus Proyoto kalau nggak salah," kata dia.
Ia pun mengingatkan sebagai seorang pimpinan KPK yang mau bersih-bersih meringkus para pelaku terduga tindak pidana korupsi, maka pimpinannya harus bersih terlebih dulu.
"Karena kita pimpinan harus bersih, kalau kita mau menyapu kotoran sapunya harus bersih," ujar dia.
Hasbiallah juga mempertanyakan apa yang mendorong Johanis Tanak untuk ikut dalam seleksi pimpinan KPK, sementara sembilan nilai yang ada dalam lembaga antirasuah itu tidak gampang untuk diterapkan.
"Bagaimana cara anda menjaga sembilan nilai di KPK itu," ujar dia.
Di lain sisi, Hasbi juga bertanya bagaimana strategi yang akan dilakukan oleh Johanis Tanak terkait koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya.
Sebab, dia menjelaskan, banyak aparat penegak hukum yang terjerat korupsi, yang berhubungan dengan proses hukum atas putusan yang diambil.
"Misalnya hakim atau jaksa sering terjadi suap yang berhubungan dengan proses hukum atas putusan yang diambil. Baru baru ini yang heboh kasus Ronald Tanur di Surabaya," kata dia.
Sebelumnya, Johanis Tanak tidak membantah pernah berkomunikasi dengan Idris. Ia mengaku berdiskusi dengan Idris untuk mempersiapkan masa pensiunnya.
"Tentunya kalau orang usia pensiun ini kan dalam kondisi yang sibuk kemudian tiba-tiba harus berhenti, tentunya kita harus mempersiapkan juga. sama dengan seorang yang menikah, ketika akan menikah tentunya mempersiapkan juga hal-hal apa yg di perlukan. Nah jangan sampai nanti ketika pensiun baru kebingungan," imbuh dia.