Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

DPR Desak MK Tolak Gugatan UU TNI!

IMG-20250623-WA0014.jpg
Ketua Komisi 1 DPR RI Utut Adianto saat menyampaikan petitum dalam sidang gugatan UU TNI. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi 1 DPR RI Utut Adianto meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya terhadap gugatan Undang-Undang Nomor (UU) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Permintaan ini disampaikan Ketua Komisi 1 DPR RI Utut Adianto saat menyampaikan petitumnya dalam Sidang Perkara Nomor 45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/6/2025). Utut juga menilai, para pemohon tidak memiliki legal standing sehingga seharunya para pemohon tidak dapat diterima.

"Menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (egal standing) sehingga pemohon aquo harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata Utut.

"Menolak permohonan aquo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan tidak dapat diterima," sambungnya.

Selain itu, dalam petitumnya, Utut juga meminta MK dapat menerima menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan terkait keabsahan UU TNI yang telah diundangkan oleh pemerintah saat ini.

Utut juga meminta MK menetapkan UU TNI telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, dan UUD 1945. Ia juga memerintahkan permintaan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

"Menyatakan bahwa proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2025 nomor 35 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 71 04 telah sesuai dengan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 dan telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan," kata dia.

Diketahui, gugatan terhadap UU TNI diajukan oleh sejumlah pemohon dari berbagai latar belakang. Para pemohon terdiri dari akademisi, mahasiswa dari lintas universitas, hingga organisasi masyarakat sipil seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Imparsial, dan LBH Jakarta.

Para pemohon menilai pembentukan UU TNI hasil revisi oleh pemerintah dan DPR tak memenuhi asas partisipasi publik karena dinilai dilakukan secara tertutup.

Selain itu, pemohon juga mengkritisi beberapa substansi dalam beleid tersebut, termasuk perluasan kewenangan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP). Termasuk, ketentuan yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us