Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Faskes Nambah tapi Nakes Obat Alat Terbatas, Dokter Eva: Cuma Nampung!

Ilustrasi petugas medis yang menangani COVID-19 (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Jakarta, IDN Times - Pembangunan dan pembukaan fasilitas kesehatan untuk menangani COVID-19 kian gencar dilakukan pemerintah. Namun, menurut Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Dokter Eva Sri Diana Chaniago, hal itu tidak sebanding dengan kekuatan tenaga kesehatan, alat dan obat-obat yang tersedia.

"Ini pasien dikumpulin, diadain tempat banyak-banyak, obatnya gak ada, alat bantunya gak ada,  jadI lagi ngapain mau lihat pembunuhan massal, coba logikanya, tenaga segitu-gitu aja, malah makin kurang," kata dia kepada IDN Times, Senin (19/7/2021) malam.

1. Perbanyak alat dan obat, bukan hanya fasilitas

ilustrasi tenaga nakes memeriksa pasien (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Dia mengungkapkan bahwa banyak obat-obat yang tak tersedia untuk menangani pasien, seperti paracetamol atau bahkan obat lambung. Eva mengatakan hal itu maembuat tenaga kesehatan bingung bagaimana harus mengobati pasien. 

Padahal, banyak pasien datang dengan kondisi berat, saturasi di bawah normal. "Harusnya ventilator dibanyakin, jadi akan semakin banyak pasien tertolong," kata dia.

2. Jumlah pasien dan nakes tak berimbang

default-image.png
Default Image IDN

Walaupun banyak lulusan bidang kesehatan yang langsung diminta turun ke lapangan menghadapi COVID-19, menurutnya, tak bisa langsung mahir menghadapi pandemik. 

"Jadi tenaga kesehatan itu jumlahnya terbatas, jumlah pasien meningkat, tetapi tenaga kesehatan makin turun makin tidak berimbang," ujarnya.

3. Kekuatan nakes berkurang dan risiko terpapar COVID-19

ilustrasi nakes kelelahan setelah memberikan pelayanan pasien positif COVID-19 (IDN Times/Ervan)

Eva mengungkapkan kekuatan tenaga kesehatan yang ada juga semakin berkurang karena kerja yang tak berimbang, seharusnya nakes libur namun terkadang harus dinas, kerja dari pagi hingga sore sehingga kondisi tubuh semakin lemah dan terpapar COVID-19.

"Kan lama-lama yang dihadapi ini virus ganas dengan kondisi tubuh yang makin lelah siapa sih yang gak terpapar juga," ujarnya.

"Jadi bukan tempat yang diperbanyak, menghadapi jumlah yang banyak ini pasien. Tetapi tenaganya juga dan yang pertama ketersediaan alat, tenaga ada, tempat ada obatnya gak ada alat nggak ada, apa yang bisa kita bantu saat ini," sembung Eva.

4. Penanganan pasien jadi tak sesuai kualitas

Ilustrasi pasien (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Kelimpungan dalam penanganan pandemik ini yang membuat banyak pasien tak tertolong, banyak pasien yang memang diterima, tapi harus duduk dikursi roda, tirur di bed seadanya dan meninggu masuk perawatan. Seharunya mendapat oksigen yang biasanya ditaruh di dinding, kini menggunakan tabung yang beridri.

"Ruangan empat jadi delapan orang. Oksigen yang harusnya di dinding jadi oksigen  yang model tabung karena dipaksain gak sesuai tempatnya, kan itu kira-kira kualitasnya," ujar Eva.

Kematian di IGD kata dia juga semakin meningkat karena pasien datang dalam keadaan lemah dan harus terpisah dari keluarga. Di dalam ruangan, Eva menjelaskan bahwa nakes juga harus memberikan makanan, pengobatan hingga mengurus kebutuhan dasar. Sedangkan nakes yang ada juga bekerja dari malam hingga malam sampai tak sempat makan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Lia Hutasoit
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us