Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Aturan Penggunaan Pajak Rokok untuk Tutup Defisit BPJS

ilustrasi rokok (pixabay.com/klimkin)

Jakarta, IDN Times – Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemanfaatan pajak rokok dari daerah. Pepres ini dinilai dapat menutup defisit keuangan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Seperti apa mekanisme pemanfaatan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan masyarakat? Berikut penjelasannya.

1.BPJS kesehatan mengalami defisit

Dok.IDN Times/Istimewa

BPJS Kesehatan belakangan ini menjadi perhatian publik, dikarenakan defisit keuangan yang dialamninya hingga triliunan rupiah. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan defisit yang terjadi mencapai Rp16,58 triliun. 

“Itu belum termasuk bauran kebijakan. Setelah ada koreksi Rp5,6 triliun, defisit BPJS Kesehatan menjadi Rp10,98 triliun,” kata Mardiasmo dalam rapat dengar pendapat di Komisi IX DPR RI, seperti dikutip dari Antara, Jumat (21/9). 

2. Terbit Perpres baru

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Dengan pertimbangan bahwa Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah beberapa kali diubah. Pada 17 September 2018, Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 

Mekanismenya, besaran kontribusi pajak rokok yakni 50% yang harus digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

3.Dikritik oleh YLKI

ANTARA FOTO/Jojon

Alokasi pajak rokok untuk menutup defisit BPJS ini menimbulkan beberapa kritik. Salah satunya Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan sesat pikir di masyarakat. 

“Timbul paradigma keliru di masyarakat bahwa aktivitas merokok diasumsikan sebagai bentuk bantuan kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan agar tidak defisit. Para perokok akan merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa,” ujar Tulus, seperti dikutip dari Antara.

Bagaimana komentar kamu guys soal kebijakan ini?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us