Jokowi Dipecat dari PDIP, Bahlil Bakal Ajak Masuk ke Golkar?

- PDIP memecat Jokowi karena dianggap merugikan partai dan melakukan intervensi Mahkamah Konstitusi demi kepentingan keluarga.
- Bahlil Lahadalia dari Partai Golkar enggan mengomentari pemecatan Jokowi, namun menyatakan bahwa Golkar terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung.
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia enggan mengomentari lebih jauh peristiwa pemecatan Presiden ke-7, Joko "Jokowi" Widodo dan keluarga yang dilakukan oleh PDI Perjuangan (PDIP). Menurutnya, itu merupakan isu internal di partai lain. Surat pemecatan Jokowi bernomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 dan langsung diteken oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
"Kalau urusan internal partai lain kan saya gak boleh mengomentari. Tapi, yang saya tahu Pak Jokowi adalah tokoh dan negarawan ya. Jadi, saya pikir kita lihat perkembangannya dari apa yang menjadi respons ya," ujar Bahlil di Istana Kepresidenan pada Senin (16/12/2024).
Ketika ditanya adakah peluang bagi Jokowi untuk diterima di Partai Golkar, Bahlil akan melihat perkembangan terlebih dahulu. Ia tak menjawab dengan lugas apakah bakal menerima Jokowi dengan tangan terbuka.
1. Bahlil sebut partainya terbuka untuk siapa pun yang ingin bergabung

Bahlil mengatakanm Partai Golkar terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung.
"Golkar itu sangat inklusif. Golkar itu terbuka bagi semua anak bangsa yang ingin mengabdikan dirinya lewat politik, lewat partai. Jadi Golkar sangat inklusif ya," katanya.
Namun, Bahlil mengembalikan keputusan itu kepada Jokowi dan keluarganya. Apakah ingin bergabung ke Golkar atau tidak.
"Ya, kita semua serahkan kepada bapak-bapak dan warga negara yang ada, termasuk Bapak Presiden Jokowi," tutur dia.
2. Jokowi dipecat oleh PDIP karena ikut cawe-cawe putusan MK

Sementara, salah satu pertimbangan yang diungkap PDIP memecat Jokowi lantaran mantan Wali Kota Solo itu dianggap telah melakukan tindakan-tindakan yang mencederai kepercayaan rakyat terhadap PDIP. Jokowi juga disebut melakukan kegiatan yang merugikan partai.
"Menimbang bahwa melakukan tindakan-tindakan yang dapat mencederai kepercayaan rakyat kepada partai dan melakukan kegiatan yang merugikan nama baik dan kepentingan partai merupakan larangan bagi setiap anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 22 huruf (b) dan (c) Anggaran Dasar Partai," demikian bunyi salah satu pertimbangan PDIP dalam SK terkait.
Selain itu, Jokowi juga dianggap telah melakukan intervensi Mahkamah Konstitusi demi kepentingan keluarga. PDIP juga menganggap Jokowi telah merusak sistem demokrasi Indonesia.
Sebelumnya, Jokowi santer diisukan bakal dijadikan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Namun, belakangan posisi itu diisi oleh Agus Gumiwang Kartasasmita.
3. Analis politik nilai Jokowi sulit dapat tempat di partai politik

Sementara, dalam pandangan pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti, Jokowi akan kesulitan untuk mendapatkan 'perahu' baru untuk berlayar setelah dipecat dari PDIP. Ia kemudian mengutip kalimat Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, bila seorang individu memutuskan aktif berpolitik maka jangan berkhianat ke parpol tempat bernaung.
"Karena sekali Anda berkhianat kepada partai, sekali Anda meninggalkan partai dengan cara-cara yang tidak terhormat, itu akan sulit bagi Anda untuk diterima sebagai anggota dari partai Anda yang baru dengan sepenuh hati. Karena dalam pandangan orang-orang di partai tersebut, sekali Anda berkhianat bukan mustahil Anda akan melakukan pengkhianatan di tempat atau partai Anda yang baru," ujar Ikrar mengutip kalimat Arbi Sanit pada Senin (16/12/2024).
Prabowo pun, kata Ikrar, berupaya untuk menarik diri dari kedekatannya dengan Jokowi. Salah satu contohnya pergantian 300 perwira tinggi TNI yang terjadi di era kepemimpinan Prabowo.
"Meskipun pergantian pejabat tinggi ini ditentukan oleh Panglima TNI tetapi pengaruh Prabowo ikut menjadi perhitungan-perhitungan politik yang diambil oleh Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi (Wanjakti)," tutur dia.
Prabowo juga tak ingin mengikuti kepentingan politik Jokowi, di mana salah satunya diduga ingin merekayasa hukum dan politik di Mahkamah Konstitusi (MK), agar kemenangan Pramono Anung-Rano Karno kalau bisa dianulir dan menjadi dua putaran. Hingga saat ini, tidak ada pembicaraan terkait Jokowi bergabung ke Partai Gerindra.