Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KemenPPPA: Guru yang Botaki Siswi karena Tak pakai Ciput Bisa Dipidana

Ilustrasi PTM terbatas di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan kasus siswi kelas  IX SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan yang dibotaki oleh gurunya karena tidak memakai ciput. Pelaku berinisial EN adalah Guru Bahasa Inggris sekaligus pembina Pramuka di SMP tersebut. 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengatakan seorang tenaga pendidik tetap harus memperhatikan hak dan kepentingan terbaik anak. Apalagi saat memberi hukuman pada anak untuk menegakkan tata tertib. Dia mengatakan, hukuman fisik bisa menimbulkan berbagai dampak negatif.

“Kami sangat menyesalkan tindakan pemberian hukuman yang dilakukan oknum guru terhadap sejumlah siswi dengan melakukan pembotakan. Padahal, hukuman fisik menimbulkan dampak negatif bagi anak, seperti terhambatnya perkembangan anak, rasa tidak aman, rendahnya kreativitas bahkan kematian. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi tenaga pendidik untuk memahami disiplin positif,” ujar Nahar dalam keterangannya, dilansir Jumat (1/9/2023).

1. Empat hak dasar anak yang wajib dipenuhi

Nahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Nahar mengatakan pemberian sanksi terhadap siswa dengan tidak layak dan diberikan secara semena-mena sangat bertolak belakang dengan prinsip-prinsip pendidikan.

Apalagi menumbuhkan kedisiplinan pada diri anak haruslah tanpa kekerasan. Ada empat hak dasar anak yang wajib dipenuhi, yaitu: (1) Hak Kelangsungan Hidup; (2) Hak Perlindungan; (3) Hak Tumbuh Kembang; dan (4) Hak Berpartisipasi.

2. Lakukan disiplin positif, bukan hukuman

Ilustrasi pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah dasar. (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)

Nahar mendorong satuan pendidikan untuk mengedepankan kepentingan terbaik anak. Apalagi saat menangani siswa atau siswi yang tidak melaksanakan atau melanggar peraturan sekolah atau dianggap kurang memenuhi norma-norma di lingkungan sekolah.

Menurutnya sudah ada mekanisme bagaimana tenaga pendidik melakukan langkah-langkah disiplin positif dan bukan hukuman. 

“Sanksi yang lebih memperhatikan hak anak dan penggunaan disiplin positif dianggap lebih baik daripada pemberian hukuman. Besar harapan agar tidak terjadi lagi langkah-langkah pemberian hukuman yang menyebabkan anak mengalami tekanan sehingga memiliki hambatan secara fisik dan psikis,” kata Nahar.

3. Jerat hukum yang mengintai guru tersebut

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Nahar menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan guru tersebut dapat diberikan sanksi administrasi. Serta ada sanksi pidana yang bisa menjeratnya yang termaktub dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 76A dan Pasal 76C.

Hal ini bisa dikenakan pada EN, jika dia memenuhi unsur memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, dan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak. Pasal yang termuat adalah 

Selanjutnya guru tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 77 dan Pasal 80 Ayat (1) UU 35 Tahun 2014. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us