Kisah Perjuangan KAPAL Perkuat Gerakan Perempuan di Akar Rumput

- KAPAL Perempuan memegang prinsip feminis dan pluralisme
- KAPAL mendirikan sekolah perempuan di berbagai daerah sebagai ruang pendidikan dan simbol jangkauan perempuan
- Sekolah perempuan tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga advokasi untuk hak-hak dasar perempuan
Jakarta, IDN Times - Pemikiran pada pemajuan perempuan lahir lewat keberadaan KAPAL. Institut perempuan yang didirikan pada 8 Maret 2000 ini menjadi upaya mentransformasi upaya peminggiran perempuan di era reformasi.
Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan disingkat KAPAL, kata Direktur Institut KAPAL Perempuan, Budhis Utami, lahir dari pandangan bahwa reformasi itu tidak membawa hal baik kepada perempuan.
"Jadi justru dengan euforia otonomi daerah itu telah meminggirkan perempuan untuk berpartisipasi. Dengan terbitnya perda-perda berbasis syariah, berbasis suku. Nah, berdasarkan itu KAPAL bekerja dengan dua prinsip. Satu feminis, dua pluralisme," kata Budhis dalam pertemuan dengan media pada Sabtu (11/10/2025) sore.
Organisasi KAPAL Perempuan terus berupaya memperkuat gerakan perempuan di akar rumput melalui pembentukan komunitas dan sekolah perempuan di berbagai daerah. Banyak perempuan yang tidak memiliki akses pendidikan formal, sehingga dibutuhkan ruang belajar alternatif di tingkat komunitas.
1. Prinsip feminis dan pluralisme KAPAL perempuan

Dia menceritakan prinsip feminis KAPAL adalah memperkuat kepemimpinan perempuan. Supaya dapat tetap bisa mengambil keputusan dan tidak dirumahkan.
"Jadi kalau perda-perda yang berbasis etnis dan agama itu kan meminggirkan perempuan," katanya.
KAPAL bekerja untuk terus memperkuat perspektif, dan cara pandang yang terbuka terhadap berbagai perbedaan.
"Pluralismenya. Karena kalau dua-duanya ini tidak ada, perempuan itu semakin terburuk. Karena jenis kelaminnya, etnisnya, identitas agamanya itu menjadi semakin terpinggirkan menurut kami," ujarnya.
2. KAPAL sebagai ruang pendidikan dan simbol jangkauan perempuan

Sekolah Perempuan yang diinisiasi KAPAL jadi wadah pembelajaran dan mengelola pengetahuan perempuan. Utamanya dikembangkan di komunitas-komunitas miskin pedesaan, perkotaan, pesisir dan kepulauan terpencil.
Nama KAPAL bukan tanpa arti pula, Budhis bercerita kapal jadi alat transportasi yang memungkinkan menjangkau setiap wilayah.
"Makanya maksa jadi namanya kapal. Dan kapal sejauh berdiri itu banyak bekerja di luar Jawa. Ya ada di Jawa tapi sedikit," katanya.
"Karena kapal itu fokus pada pendidikan, pertama itu melakukan pendidikan untuk organisasi-organisasi masyarakat sipil dan organisasi perempuan yang tidak punya akses," katanya.
3. Sekolah perempuan jadi ruang belajar dan advokasi

Saat ini telah berdiri sekitar 48 sekolah di tingkat desa yang menjadi wadah bagi perempuan untuk belajar, membangun kesetaraan relasi dalam keluarga, dan memperjuangkan hak-hak dasar mereka.
Sekolah-sekolah ini tidak hanya berfokus pada pendidikan, tetapi juga membentuk pos pengaduan yang membantu korban kekerasan, warga miskin yang kesulitan mengakses perlindungan sosial, hingga advokasi administrasi kependudukan.
4. Perempuan desa bersuara hingga tingkat nasional

Kini, sekolah perempuan menjadi kekuatan penting masyarakat sipil. Meski Budhis mengakui para anggotanya sering menjadi sasaran pendekatan politik, namun organisasi ini menegaskan pentingnya kemandirian dan peran perempuan sebagai penjaga perdamaian di tengah potensi konflik.
Melalui dua Musyawarah Nasional Perempuan yang diikuti 3.000 peserta, Kapal Perempuan turut memberi masukan pada RPJPM dan RPJMN bersama Bappenas dan Kementerian PPPA. Semua ini menjadi jalan bagi perempuan desa untuk berbicara langsung kepada pengambil kebijakan nasional. Kapal Perempuan berharap kerja sama dengan media dapat terus memperkuat forum berbagi data dan memperluas dampak perjuangan mereka.