Komnas: Juwita Korban Femisida Intim, Tewas di Tangan Calon Suami

- Komnas Perempuan kategorikan kasus pembunuhan jurnalis Juwita sebagai femisida intim
- Femisida intim menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi dan misogini terhadap perempuan
- Komnas Perempuan mencatat 185 kasus femisida terjadi di ranah privat dan 105 kasus di ranah publik pada 2024
Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengategorikan kasus pembunuhan jurnalis perempuan Juwita (23) sebagai femisida intim. Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan, kasus kematian Juwita yang diduga dilakukan prajurit TNI AL, Kelasi I Jumran adalah femisida intim.
Jumran disebut sebagai calon suami Juwita dan kasus menambah deret temuan Komnas Perempuan mengenai femisida intim. Femisida intim menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan, dengan rasa memiliki perempuan dan ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan.
"Kematian Jurnalis J yang diduga dilakukan oleh calon suaminya menambah deret temuan Komnas Perempuan mengenai femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan karena relasi intim seperti suami, mantan suami, pacar, mantan pacar sebagai jenis femisida tertinggi," kata dia Senin (7/4/2025).
1. Eskalasi dari bentuk kekerasan berulang yang dialami korban

Femisida intim menjadi salah satu bentuk eskalasi dari bentuk kekerasan yang dialami sebelumnya secara berulang oleh korban. Komnas Perempuan mencatatkan pada 2024 dalam pemberitaan media massa, kasus femisida terbanyak terjadi di ranah privat dengan 185 kasus, dan kasus yang terjadi di ranah publik terekam ada 105 kasus.
2. Negara perlu bangun mekanisme cegahan kekerasan relasi personal berujung kematian

Dengan adanya kasus ini yang menambah deretan kasus pembuhan pada perempuan, Komnas Perempuan mengingatkan negara agar bisa segera bangun mekanisme pencegahan kekerasan dalam relasi personal berujung berakhir kematian bisa dihentikan.
3. Pentingnya pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin

Maria menjelaskan, dari sisi hukum, penanganan kasus femisida menggunakan ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa atau tindak pidana yang menyebabkan kematian, maka penting ada pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin, termasuk mengenali motif dan modus kekerasan berbasis gender yang menyertainya.
"Faktor tersebut penting untuk dipertimbangkan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberatan hukuman, khususnya dalam menerapkan pasal-pasal terkait yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, dan UU TPKS yang mengakibatkan kematian pada perempuan korban," katanya.