Kritik Impor 2 Juta Sapi, DPR: Jangan Sampai Ganggu Peternak Lokal

- Pemerintah mendesak impor 2 juta sapi selama lima tahun ke depan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah.
- Rina Saadah menekankan perlunya peningkatan kuota produksi sapi lokal agar tidak merugikan petani dan sektor pertanian domestik dalam jangka panjang.
- Pemerintah perlu mengambil langkah strategis fokus pada penguatan produksi lokal dan pemberdayaan peternak serta menerapkan regulasi yang ketat terhadap impor sapi.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IV DPR, Rina Saadah, mendesak pemerintah memastikan rencana impor sapi sebanyak 2 juta ekor selama lima tahun ke depan tidak mengganggu peternak lokal.
Adapun, Indonesia berencana mengimpor 2 juta ekor sapi secara bertahap antara 2025 hingga 2029. Rencana ini mencakup satu juta sapi perah dan satu juta sapi pedaging.
Impor dua juta sapi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging serta mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah. Pada tahun 2025, target awal adalah mengimpor 200.000 ekor sapi perah dan 200.000 ekor sapi pedaging.
Rina mengingatkan pemerintah, agar program impor sapi ini dapat dibarengi dengan upaya meningkatkan kuota produksi sapi dalam negeri.
“Pemerintah harus fokus pemberdayaan peternak sapi lokal dan memaksimalkan hasil produksi mereka,” kata Rina Saadah, Jumat (10/1/2025).
1. Impor sapi hanya bermanfaat untuk jangka pendek

Kebijakan impor sapi, disampaikannya dapat memberikan manfaat dalam jangka pendek. Tapi pemerintah harus dapat memastikan bahwa langkah-langkah tersebut tidak merugikan petani lokal dan sektor pertanian domestik dalam jangka panjang.
Karena itu, menurut dia, dibutuhkan jaminan pemerintah agar produksi susu maupun daging dalam negeri bisa terserap pasar.
“Jangan sampai terjadi lagi ketika banyak peternak susu lokal yang terpaksa membuang produksi mereka karena tidak terserap oleh industri dalam negeri,” katanya.
2. Indonesia sudah impor sapi sejak 1980-an

Dia juga mengingatkan, Pemerintah Indonesia telah melakukan impor sapi secara berkala sejak 1980-an. Berbagai jenis sapi impor termasuk sapi bakalan dan sapi betina bunting masuk secara reguler ke pasar dalam negeri.
Situasi ini kata dia membuat ketergantungan pasokan daging dan susu sapi dari luar negeri cukup tinggi.
“Ini bukan pertama kali Indonesia melakukan impor sapi. Meskipun ada upaya mencapai swasembada daging sapi sejak tahun 2000, hingga saat ini, ketergantungan pada impor masih tinggi,” kata dia.
3. Produksi lokal harus dipikirkan dengan baik

Terakhir, Rina menilai pemerintah perlu mengambil beberapa langkah strategis yang fokus pada penguatan produksi lokal dan pemberdayaan peternak. Langkah ini penting agar mengurangi ketergantungan pasokan pangan dari produk impor.
“Penguatan kelembagaan peternak dengan membangun kemitraan akan membantu peternak skala kecil dalam mengembangkan teknologi dan pengetahuan,“ kata dia.
Di sisi lain, Rina meminta pemerintah harus secara aktif meninjau dan mengevaluasi komitmen dari perusahaan-perusahaan yang telah menyatakan akan mengimpor sapi.
Termasuk, dapat memastikan perusahaan-perusahaan tersebut memiliki rencana yang jelas dan realistis untuk mendatangkan sapi sesuai target yang ditetapkan.
“Pemerintah juga harus menerapkan regulasi yang ketat terhadap impor sapi, termasuk pemeriksaan kesehatan hewan untuk mencegah masuknya penyakit yang dapat merugikan peternakan lokal,” kata dia.