Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menko PMK: Penggunaan Antibiotik Tak Rasional Membahayakan

Menko PMK Muhadjir Effendy (Dok. ANTARA News)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, penggunaan antibiotik yang tak rasional bisa membahayakan dan menimbulkan resistansi obat dari berbagai macam bakteri.

Muhadjir mengungkapkan, resistansi obat yang terjadi pada tubuh membuat seseorang yang telah terinfeksi tak lagi bisa menggunakan obat antibiotik apapun. Situasi ini bakal berbahaya bagi kesehatan manusia karena obat-obatan yang tersedia sudah tidak efektif dan sensitif terhadap penyakit.

“Penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional itu sangat membahayakan karena bisa menimbulkan resistansi obat dari berbagai macam bakteri yang akan membuat orang tidak bisa lagi menggunakan obat antibiotik apapun ketika dia sudah terinfeksi dan itu yang harus dicegah,” ujar Muhadjir Seminar Nasional bertema “Bersama Cegah Silent Pandemic Resistansi Anti-Mikroba” Senin (20/11/2023).

1. Antimikroba resisten telah diidentifikasi sebagai silent pandemic

Ilustrasi rumah sakit (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Y. B. Satya Sananugraha, mengungkapkan, saat ini antimikroba yang resisten telah diidentifikasi sebagai silent pandemic yang merupakan ancaman baru bagi manusia. 

Dia menjelaskan, pandemik ini terjadi karena penyakit infeksi semakin sulit untuk disembuhkan karena obat-obatan yang tersedia sudah tidak efektif dan sensitif terhadap penyakit.

“Pandemik ini akan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, keparahan penyakit, hingga terjadi kematian dan timbul kedaruratan kesehatan masyarakat. Disebut silent pandemic karena jumlah kasus dan kematian akibat resistansi antimikroba tidak terdeteksi atau terlaporkan,” katanya.

2. Ada 28 ribu kasus TB RO di Indonesia

Ilustrasi rumah sakit (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Potensi terjadinya pandemik akibat resistansi antimikroba merupakan hal nyata. Salah satu contoh terjadi resistansi antimikroba adalah terjadinya tuberkulosis resisten obat (TB-RO) akibat pengobatan pasien yang tidak adekuat atau penularan dari pasien TB-RO. 

Menurut Global TB Report tahun 2022, kasus TB-RO diperkirakan mencapai 28 ribu kasus dari total 969 ribu kasus TB yang ada di Indonesia pada tahun 2021.

3. Ada peningkatan kekebalan bakteri

ilustrasi bakteri (pixabay.com/qimono)

Selain itu, berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2022 melalui Monev Pelaksanaan Permenko PMK Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistansi Anti-Mikroba 2020-2024, ditemukan peningkatan persentase ESBL (extended-spectrum beta-lactamases) sebanyak 6,1 persen pada manusia.

Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kekebalan (resistansi) bakteri penyebab penyakit tertentu terhadap pengobatan antimikroba. Kondisi tersebut perlu menjadi kewaspadaan semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us