Menko PMK: Satgas COVID Dihapus Usai Status Darurat Pandemik Dicabut

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy menyebut Satuan Tugas Penanganan COVID-19 bakal ditiadakan usai Presiden Joko "Jokowi" Widodo mencabut status kedarurat pandemik di Indonesia. Ia mengatakan dalam waktu dekat Jokowi bakal mengumumkan peralihan status pandemik menjadi endemik. Di saat yang bersamaan status kedaruratan di Tanah Air juga bakal dicabut.
"Ya, satgas otomatis bubar," ungkap Muhadjir di Istana Kepresidenan dan dikutip dari kantor berita ANTARA pada Selasa (13/6/2023).
Ia menambahkan aturan yang bakal dicabut oleh Jokowi yaitu Keppres nomor 11 tahun 2020 mengenai penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19. Status darurat kesehatan itu dicabut sesuai dengan kebijakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang sudah lebih dulu mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk COVID-19 pada 5 Mei 2023 lalu.
Lalu, kapan Presiden Jokowi bakal mengumumkan pencabutan status darurat pandemik di Indonesia?
1. Jokowi bakal umumkan status pandemik beralih ke endemik dalam waktu dekat

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan bahwa peralihan status dari pandemik menjadi endemik bakal diumumkan dalam waktu dekat oleh Jokowi. Namun, ia enggan menyampaikan secara pasti kapan kabar gembira tersebut bakal disampaikan ke publik. Meski begitu, ketika status penyakit COVID-19 dinyatakan endemik bukan berarti penyakit itu menghilang begitu saja.
"COVID-19 ini kan masih terus ada. Tetapi, sudah diputuskan oleh Bapak Presiden. Nanti, (status pandemik) segera dicabut. Kapan diumumkan, nanti tunggu pengumuman dari Beliau," kata Muhadjir.
Sementara, pernyataan serupa juga disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Ia menjelaskan status endemik dibuat karena pemerintah dan masyarakat dianggap sudah bisa mengatasi virus Sars-CoV-2.
"Yang pertama memang virus tidak hilang, (Sars-CoV-2) tetap ada. Jadi, kita harus belajar hidup dengan virus ini. Sama halnya kita belajar hidup dengan penyakit menular lainnya, misalnya malaria, demam berdarah, hingga TBC. Itu semuanya kan masih ada," kata Budi di Istana Kepresidenan pada Selasa ini.
2. Publik sudah lebih siap hadapi COVID-19 karena telah ditemukan vaksin

Ia menambahkan seandainya COVID-19 kembali naik, pemerintah sudah lebih dari siap terkait fasilitas kesehatan. Selain itu, obat yang harus diberikan ke pasien juga tersedia.
"Rapid test antigen sekarang sudah ada, test genomik sudah ada, itu bisa dipakai. Lalu kalau misalnya kita sakit mengukur suhu pakai termometer, kemudian bisa dicatat, sehingga tahu bagaimana surveillance-nya atau cara mendeteksinya," ujar Budi.
Selain itu, kata Budi, vaksin COVID-19 juga sudah ada. Sehingga, kondisinya sudah jauh berbeda ketika virus Sars-CoV-2 kali pertama muncul.
"Dulu pas pandemik kita baru punya satu perusahaan vaksin. Sekarang kita suda punya 3 perusahaan vaksin," tutur dia lagi.
3. Vaksin COVID-19 akan berbayar usai status kedaruratan nasional resmi dicabut

Sementara, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril, mengatakan vaksinasi COVID-19 tidak akan lagi gratis bila status kedaruratan pandemik nasional resmi dicabut. Selain itu, penanganan kasus virus corona tidak lagi terpusat di pemerintah pusat, dan menjadi fokus masing-masing pemerintah daerah.
"Tentu pembiayaan tidak lagi ditanggung keseluruhan oleh pusat," ujar Syahril ketika memberikan keterangan pers secara daring pada Jumat, 9 Mei 2023.
Mekanisme pembayaran vaksinasi COVID-19, kata Syahril, akan dilakukan seperti pelayanan kesehatan pada umumnya. Baik secara mandiri melalui BPJS atau asuransi lainnya.
Syahril menyebut, saat ini Indonesia telah melaksanakan program vaksinasi nasional dengan menyediakan vaksin dosis 1, 2, booster 1, dan booster 2. Efektivitas vaksin tersebut, kata dia, akan menurun setelah enam bulan vaksinasi.
"Jadi setelah enam bulan, atau tiga bulan setelah vaksinasi, efektivitasnya akan menurun, sehingga disarankan setelah enam bulan, dilakukan penyuntikan vaksin COVID-19 ulang," ungkap Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso ini.