Minggu Pengap, Jakarta Juara Polusi Udara Terburuk Dunia Hari Ini

Jakarta, IDN Times - Kualitas udara di DKI Jakarta terus memburuk. Berdasarkan laman IQAir, polusi udara di Ibu Kota menduduki posisi pertama sebagai kota udara terkotor di dunia, Minggu (3/9/2023).
Pantauan IDN Times di laman IQAir, Jakarta berada di peringkat pertama dari pukul 10.00 WIB. Sementara indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 162 dengan polutan utamanya PM2.5 dan nilai konsentrasi 77.5 µg/m³ (mikrogram per meter kubik).
Padahal, standar kualitas udara ideal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki bobot konsentrasi PM2.5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.
"Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 15,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian dikutip dari IQAir.
1. Yuk pakai masker

Dalam data tersebut, posisi Jakarta di atas Kampala, Uganda yang mencatatkan nilai AQI 158 dan Kuching, Malaysia dengan nilai 155.
IQ Air menyarankan agar warga memakai masker jika beraktivitas di luar ruangan. Namun jika dalam ruangan, sebaiknya menyalakan penyaring udara (air purifier) dan menutup jendela.
2. Pemprov DKI pasang water mist untuk usir polusi

Untuk mengusir polusi udara yang menyergap Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengoperasikan dua pompa bertekanan tinggi atau water mist generator di atap gedung Balai Kota, Jumat (1/9/2023) siang.
"Jadi upaya ini diharapkan bisa meminimalkan kondisi udara supaya bisa lebih baik lagi," ujar Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa di lokasi.
Fitri menerangkan, kantor balai kota merupakan gedung pemerintahan pertama yang memasang water mist generator besutan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Hari ini, memang dilakukan (penyemprotan) di balai kota di rooftop (puncak atap) gedung Bali kota blok G dan blok H," kata dia.
3. Water mist diklaim bisa turunkan polutan

Fitri mengklaim, berdasarkan hasil riset, upaya ini dapat menurunkan kadar PM 2,5 di sekitar area uji. PM 2,5 sendiri merupakan jenis partikel yang menjadi acuan untuk diukur seluruh negara berpolusi udara tinggi di dunia.
“Ini teknologi yang dikembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jadi sebenarnya ini sudah pernah diuji coba tahun 2019," imbuhnya