Moeldoko Gandeng Yusril Jadi Kuasa Hukum untuk Gugat AD/ART Demokrat

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menempuh strategi baru agar Partai Demokrat kubunya bisa diakui secara resmi oleh negara. Pihak Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.
Gugatan PK itu dilayangkan oleh empat eks kader yang pernah dipecat oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yakni Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, eks Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins dan eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.
Keempat eks kader Demokrat itu didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlulah. Hal ini menjadi menarik karena Yusril sempat ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Menteri Sekretaris Negara.
"Judicial review (PK) yang dimaksud meliputi pengujian formil dan materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan oleh Menkum HAM pada 18 Mei 2020. AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan berlaku setelah disahkan oleh Menkum HAM," demikian isi keterangan tertulis Yusril pada Jumat (24/9/2021).
Pihak Moeldoko mengajukan Menkum HAM Yasonna Laoly sebagai pihak termohon dalam gugatan PK tersebut. Lalu, mengapa Yusril bersedia menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko?
1. Pengujian AD/ART Partai Demokrat ke MA penting untuk pembangunan demokrasi

Sementara, di dalam keterangan tertulisnya, Yusril menegatakan pengujian secara formil dan materiil AD/ART partai politik adalah hal baru dalam hukum Indonesia. Menurut Yusril dan Yuri, MA juga berwenang menguji AD/ART parpol.
"AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan melalui Undang-Undang Partai Politik. Nah, bila AD/ART parpol itu dibentuk tak sesuai prosedur dan materi pengaturannya bertentangan dengan UU, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkan AD/ART tersebut?" tanya Yusril.
Ia menjelaskan, selama ini ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Menurutnya, Mahkamah Partai yang dalam hal ini dimiliki oleh Partai Demokrat, adalah quasi peradilan internal partai.
"Mereka tak memiliki wewenang untuk menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai. Pengadilan Negeri juga tidak berwenang menguji AD/ART," tutur dia lagi.
Menurut Yusril, pengujian AD/ART Partai Demokrat ke MA sangat penting dalam pembangunan demokrasi yang sehat di Indonesia. Sebab, di masa mendatang, kata Yusril, bisa saja ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ART lalu ingin mengajukan gugatan formil dan materiil ke MA.
"Silakan saja," ujarnya lagi.
2. Yusril juga menguji aturan untuk dapat menyelenggarakan KLB di Demokrat ke MA

Poin lain yang juga penting yakni Yusril turut menguji ke MA ketentuan untuk bisa menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di dalam partai berlambang mercy itu. Salah satu yang ia pertanyakan yaitu mengenai kewenangan Majelis Tinggi di Partai Demokrat.
Sesuai dengan AD/ART yang disahkan pada 2020 lalu, KLB baru dapat digelar bila ada keinginan dari 2/3 cabang Partai Demokrat dan restu dari Majelis Tinggi. Sementara, saat ini Ketua Majelis Tinggi dijabat oleh SBY sejak Maret 2020 lalu.
"Apakah ketentuan untuk bisa menggelar KLB seperti adanya keinginan dari 2/3 cabang PD dan restu dari Majelis Tinggi sesuai dengan asas kedaulatan anggota dan demokrasi seperti yang diatur di dalam UU Parpol atau tidak? Kami juga mengemukakan hal itu dalam permohonan uji formil dan materiil ke MA," ungkap Yusril.
Ia juga mempertanyakan kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar di Partai Demokrat. Yusril seolah ingin menyampaikan meski kursi ketua dipegang oleh AHY, tetapi SBY masih memiliki peranan besar di dalam parpol tersebut.
Ia turut mempertanyakan kewenangan Mahkamah Partai di Partai Demokrat. Sebab, selama ini Mahkamah Partai mengeluarkan keputusan yang sifatnya hanya rekomendasi dan tak mengikat sesuai aturan hukum.
"Apakah keberadaan Mahkamah Partai ini sesuai dengan UU Partai Politik?" tanyanya lagi.
3. Demokrat kubu AHY sebut Yusril hanya ingin cari celah agar negara akui kubu Moeldoko

Sementara, politikus Partai Demokrat kubu AHY, Andi Arief, mengatakan pengujian materiil dan formil mengenai AD/ART ke MA bukan sebuah terobosan hukum. Menurut Andi, Yusril hanya sedang ingin membangun fiksi mengenai Surat Keputusan Menkum HAM mengenai beberapa pasal di dalam AD/ART parpolnya.
"Beberapa pasal itu sudah disahkan secara resmi oleh negara," demikian cuit Andi di akun Twitternya @Andiarief_ pada Kamis, 23 September 2021 lalu.
Ia juga menyebut Yusril sekadar mengambil keuntungan dan membenarkan praktik politik hina yang dilakukan oleh Moeldoko, yakni mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.
Sebelumnya, pada akhir Maret 2021 lalu, Kemenkum HAM resmi menolak mengakui KLB yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara. AHY pun sudah menegaskan tidak ada lagi dualisme kepemimpinan di dalam Partai Demokrat. Tetapi, kubu Moeloko tetap berupaya mengajukan banding untuk membalikan keputusan itu.