Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pasal-Pasal Ngeri di UU ITE 2024, Jurnalis dan Media Berisiko Terjerat

aptika.kominfo.go.id

Jakarta, IDN Times - Co-founder SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sudah diteken oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Selasa, 2 Januari 2024, tidak ada perubahan yang substansial. Sebaliknya, masih terdapat pasal karet yang semestinya direvisi.

Damar menerangkan, dalam UU ITE 2024 tersebut terdapat pasal baru dan ayat baru yang melengkapi versi sebelumnya. Artinya, belum ada norma hukum yang diatur dalam UU ITE. Meski demikian, revisi yang dilakukan tampaknya belum secara total.

"Sebetulnya ada perubahan-perubahan substansial yang didorong ke Kominfo dan Komisi 1 DPR RI agar terjadi reformasi hukum Internet, tapi tidak tercermin di UU ITE 2024, sehingga tidak terjadi revisi total. Maklum, selama proses revisinya buru-buru dan kebanyakan tertutup," ujarnya melalui akun Twitter yang sudah dikonfirmasi oleh IDN Times, Jumat (5/1/2024).

1. Ada tiga pasal yang patut disyukuri di UU ITE

Ilustrasi polarisasi di media sosial. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Damar menyatakan, ada tiga hal saja dari UU ITE yang patut disyukuri, karena terdapat pasal dan ayat baru yang sebelumnya tidak tercantum. Yaitu Pasal 13, 13A, 17 (2a) tentang diakuinya tanda tangan elektronik. Kemudian perlindungan anak yang sebelumnya tidak menjadi perhatian pemerintah sekarang tertuang dalam Pasal 16A.

"Lalu, dimasukkannya soal moderasi konten di Pasal 40 (2d) untuk muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau keselamatan individu/masyarakat. Cuma itu aja? Iya," imbuhnya.

2. Pasal-pasal yang tak perlu dicantumkan dalam UU ITE

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Damar menilai, ada pasal substansial dalam UU ITE 2024 yang harusnya diubah menjadi lebih baik. Sebab, pasal-pasal itu sudah tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku 2 tahun lagi.

Damar mencontohkan pasal yang harus direvisi yakni Pasal 26 tentang pelindungan data pribadi. Menurutnya, pasal soal ini cukup diatur di UU PDP. Kemudian, Pasal 36 tentang pemberatan pidana.

"Sekalipun makin dibatasi hanya berlaku untuk Pasal 30 sampai 34, tetap saja punya potensi melanggar hak korban kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang dilindungi UU TPKS. Tapi dua pasal itu masih ada di UU ITE 2024," katanya.

3. Jurnalis dan media berisiko terkena UU ITE

AJI Makassar berunjukrasa memperingati Hari Kebebasan Pers se- Dunia. IDN Times/Sahrul Ramadan

Kemudian pasal yang perlu direvisi yakni Pasal 28 (1) tentang berita bohong dan informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen masih ada, hanya ditambah kata "materiel" saja.

Lalu Pasal 28 (2) tentang ujaran kebencian. Rumusannya mirip KUHP tapi beda detail, karena UU ITE menormakan "menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian" dan menyertakan "individu" sebagai pihak yang dirugikan.

"Nah ini yang paling ngeri sih klausul baru soal disinformasi (hoaks) diatur dalam Pasal 28 (3) UU ITE 2024. Semangat penormaan diambil dari Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 dan Pasal 263 (1) KUHP. Ini gak ada safeguardingnya, jadi siapapun termasuk jurnalis dan media risiko terkena," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Dini Suciatiningrum
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us