Pelajar SD di Bekasi Jadi Korban Pemalakan dan Bully Teman Kelas

- Berawal dari pemalakan oleh empat orang teman sekolah Z, termasuk laki-laki berinisial D, A, J, dan R.
- Amalia menuntut tanggung jawab dari keluarga pelaku pemalakan dan bully untuk membiayai pengobatan Z hingga pulih.
Bekasi, IDN Times - Seorang siswa SDN kelas 3 berinisial Z (10) diduga menjadi korban pemalakan dan perundungan (bully) di sekolahnya yang berlokasi di wilayah Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.
Ibu korban, Amalia (35) mengatakan, akibat peristiwa itu anaknya mengalami pergeseran tulang di bagian pundak. Hal itu diketahui setelah ia membawa Z ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Akibat kejadian itu, di bagian pinggang ada memar biru, terus di bagian kaki itu di paha. Kalau diagnosis dokter, di bagian pundak ada pergeseran di tulang akibat pukulan," kata dia, Minggu (8/6/2025).
1. Berawal dari pemalakan

Amelia mengatakan, peristiwa itu diduga diawali dengan pemalakan yang dilakukan oleh empat orang teman sekolah Z. Namun, korban tidak pernah bercerita bahwa dirinya menjadi korban pemalakan.
"Selama ini dia (Z) tidak pernah cerita. Terus ada orangtua murid teman sekelasnya dia, sama temennya yang cerita anak saya itu suka kehabisan uang, sedangkan anak saya itu jajannya Rp 20 ribu sehari," kata dia.
Menurut Amalia, keempat pelaku pemalakan dan bully adalah laki-laki berinisial D (10), A (10), J (10), dan R (10).
"Untuk pelaku utamanya inisial D, selainnya itu ada yang disuruh sama D," ujar dia.
2. Menuntut tanggung jawab

Amalia mengatakan, pada Kamis (15/5/2025) lalu, dia menemui beberapa teman korban yang melakukan perundungan. Para pelaku tersebut mengakui telah melakukan bully dan pemalakan terhadap Z.
Dia juga telah menjalani mediasi yang dihadiri orangtua pelaku dan ditengahi oleh kepala sekolah (Kepsek). Hasilnya, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dan orangtua pelaku bersedia memberikan biaya pengobatan hingga pulih.
Namun, beberapa hari kemudian, keluarga para pelaku memberhentikan pengobatan lantaran sudah tidak memiliki uang. Sementara, pengobatan kembali dibiayai oleh keluarga Z.
"Belum terbayar itu sekitar Rp400-Rp500 ribu dan itu belum biaya ortopedi, kebetulan saya belum ke ortopedi dan saya kan juga pengen tahu tanggung jawab itu seperti apa," kata dia.
Meski pelaku bully sudah pindah sekolah, Amalia berharap keluarga pelaku tetap bertanggungjawab dengan membiayai pengobatan Z hingga pulih.
3. Mendapatkan pendampingan psikologi

Menanggapi hal itu, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengatakan pihaknya telah memberikan pendamping psikologi terhadap korban maupun pelaku bully.
"Kita lakukan pendampingan psikologi terhadap korban dan pelaku agar bisa menumbuhkan kepercayaan serta menghilangkan traumatik. Memang karena di bawah umur, maka tidak bisa dalam waktu pendek, perlu lebih dari 15 kali pertemuan," kata dia.
Selain itu, Tri juga telah meminta kepada Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk memberikan pendampingan dan edukasi terhadap orangtua korban maupun orangtua pelaku.
"KPAD juga sudah saya minta turun untuk pendampingan dan edukasi kepada keluarga korban juga," ucap dia.