RUU Penyiaran, AMSI Harap Pemerintah Tak Buat Regulasi yang Kebablasan

- Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika mengatakan RUU Penyiaran mengundang kegaduhan di kalangan insan pers.
- Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers menuturkan RUU Penyiaran berusaha mengatur proses pembuatan dan penyajian produk jurnalistik.
- Regulasi pemerintah merupakan bentuk dukungan terhadap perkembangan media siber yang bertanggung jawab.
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) DKI Jakarta menggelar diskusi bertajuk "RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Siber di Indonesia" di Jakarta, Kamis (3/7/2024).
Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika dalam sambutan pembukaan JDC 2024 menyampaikan, Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran di DPR RI telah mengundang kegaduhan, terutama di kalangan insan pers.
Salah satu penyebabnya adalah sebuah pasal dalam RUU Penyiaran yang dinilai berusaha menghilangkan kebebasan pers, terutama terkait jurnalisme investigasi.
“Semoga JDC 2024 ini dapat memberi perspektif kepada para pembuat kebijakan agar tidak membuat regulasi yang kebablasan seperti dengan menghilangkan kebebasan pers yang telah dinikmati sejak Reformasi 1998,” kata Wahyu lewat keterangan tertulis.
1. Dewan Pers minta RUU Penyiaran memperkuat sinergi antar stakeholder

Sementara itu, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana menuturkan, RUU Penyiaran berusaha mengatur proses pembuatan dan penyajian produk jurnalistik yang selama ini menjadi kewenangan Dewan Pers.
“RUU Penyiaran juga memuluskan sensor baru penguasa terhadap produk pers.” imbuhnya.
Menurutnya, jika RUU tersebut dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platform, bukan pengguna atau user.
“Seperti yang dilakukan oleh kalangan pers yang menginisiasi pembuatan publisher right,” tegasnya.
Ia mengusulkan agar RUU Penyiaran lebih fokus mengatur lembaga pemeringkat konten. Kemudian memperkuat sinergi antara pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers untuk menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik yang sehat.
“Bukan mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” tegas Yadi.
Selain itu, Yadi menambahkan, RUU tersebut memperkuat lembaga penyiaran publik agar lebih berkualitas. Serta, memperkuat peran publik dalam mengontrol isi penyelenggaraan penyiaran.
"Dan memperkuat organisasi profesi, termasuk menjadikannya sebagai partner KPI, seperti yang dilakukan oleh Dewan Pers,” kata Yadi.
2. Aturan di RUU Penyiaran harus berlaku sama ke semua platform

Dalam kesempatan itu, Chief Content Officer Kapan Lagi Youniverse Wenseslaut Manggut menyampaikan, regulasi itu harus berlaku sama kepada semua platform media.
Menurut Wens, selama ini platform tidak comply dengan berbagai regulasi yang berlaku di Indonesia dan mengikat industri media nasional.
“Level of playing field-nya harus sama. Platform harus comply dengan berbagai regulasi yang mengikat media lain. Misalnya regulasi iklan rokok, perlindungan anak, dan regulasi-regulasi lainnya,” kata Wens.
Wens berpandangan, bila level of playing field tidak sama, maka hanya akan menguntungkan platform dan membuat persaingan tidak seimbang. Platform tidak boleh lebih powerfull ketimbang media lain. Jadi, platform wajib comply dengan berbagai regulasi yang ada.
“(Regulasi) jangan juga mengatur rumah tangga orang lain. Jadi tak bakal rebut,” ujarnya.
3. KPI tak usulkan pasal jurnalisme investigasi di RUU Penyiaran

Adapun, Koordinator Bidang Kelembagaan KPI, I Made Sunarsa memastikan pasal yang mengatur tentang jurnalisme investigasi bukan usulan dari lembaganya.
Dia menegaskan, dari sekitar 83 pasal yang terdapat dalam RUU Penyiaran, KPI hanya mengusulkan tiga pasal. Made menjelaskan, pada 2017, KPI hanya mengusulkan tiga hal.
Pertama penguatan kelembagaan, termasuk agar KPI Daerah sama dengan KPI Pusat, seperti KPU yang sama dari pusat hingga daerah. Kedua mengusulkan pasal yang lebih tegas mengatur soal rating, terutama ada audit rating.
“Usulan ketiga soal menjaga iklim penyiaran yang berkeadilan. Sebab sekarang banyak televisi yang enggan membuat berita karena kalah oleh program-program hiburan yang receh. Sehingga masyarakat tidak dirugikan,” katanya.
Menurut Made, ketiga usulan KPI di atas, tidak ada satu pun pasal yang bertentangan dengan Dewan Pers.
"Selama ini, asas, fungsi, tujuan, dan arah KPI tidak ada satu pun yang membatasi kebebasan pers. Jadi selama ini antara KPI dan Dewan Pers selalu bergandengan,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Remotivi, Yovantra Arief yang juga merupakan praktisi industri penyiaran ingin RUU Penyiaran juga mengatur agar penyiaran lebih memiliki keberagaman dan isinya juga beragam. Sehingga tak hanya dikuasai segelintir orang.
“RUU Penyiaran tidak ada pasal yang mengatur tentang keberagaman kepemilikan dan konten,” kata Arief.
RUU Penyiaran, lanjut Arief, tidak mengatur pembatasan kepemilikan dan kepemilikan silang. Kewajiban untuk televisi berjaringan telah dihapus. Artinya, televisi-televisi di Jakarta tidak lagi memiliki kewajiban mempunyai cabang di daerah.
"Jadi meskipun KPID lebih kuat seperti yang disulkan oleh KPI, tetapi percuma saja jika televisi-televisi lokalnya mati,” kata dia.
4. Kominfo sebut regulasi yang dibentuk pemerintah untuk dukung media siber

Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Prof Widodo menyampaikan, media siber berperan penting bagi masyarakat sebagai akses berita atau informasi cepat.
Widodo mengatakan, media siber membuka ruang interaktif dan mampu memperluas eksposur pembaca terhadap sebuah berita.
Jalur distribusi informasi media siber pun beragam, mulai dari media sosia, hingga news aggregator. Penyajian berita oleh media siber juga beragam, mulai dari format teks hingga infografis.
Oleh karena itu, penyusunan regulasi oleh pemerintah merupakan bentuk dukungan terhadap perkembangan media siber yang bertanggung jawab dengan tetap menjamin kebebasan dalam memproduksi konten dan jurnalisme berkualitas.
“Pemerintah terus dukung media siber yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, melalui kebijakan yang melindungi hak-hak rakyat. Kebijakan dan regulasi yang disusun untuk mengakomodasi perkembangan industri media siber dengan tetap menjamin kebebasan dalam memproduksi konten dan jurnalisme berkualitas," kata Widodo dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (8/7/2024).
5. Pengunaan media siber meningkat pesat ketimbang koran

Widodo menjelaskan, saat ini penggunaan media siber meningkat signifikan di seluruh dunia. Hal itu terbukti, pada 2022, rerata konsumsi media siber lebih tinggi 25 menit dari media cetak.
Ada empat langkah strategis untuk pengembangan media siber yang berkelanjutan. Pertama, mengadopsi teknologi terkini seperti integrasikan artificial intelligent (AI) dalam proses bisnis.
Kedua adaptif dan resilien melalui pengembangan talenta digital. Ketiga, melakukan perencanaan berbasis data untuk mendukung proses bisnis dan sekaligus memastikan pengambilan keputusan yang tepat. Keempat, menyesuaikan industri dengan perkembangan perilaku konsumen.
“Seperti berkolaborasi dengan konten kreator untuk meningkatkan traffic dan menghasilkan konten yang mendukung pertukaran budaya dan pemahaman secara umum,” ujar Widodo.