Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wakil Ketua Komisi II DPR: Evaluasi KPU Bukan Berarti Ubah Statusnya

Ilustrasi tampak depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Wakil Ketua DPR RI menolak usulan KPU menjadi lembaga ad hoc untuk pemilu selama dua tahun
  • Perubahan terhadap KPU dan Bawaslu harus berdasarkan konstitusi, dengan evaluasi menyeluruh pada rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menanggapi usulan KPU agar menjadi lembaga ad hoc yang hanya terselenggara selama dua tahun untuk menyiapkan pelaksaan pemilihan umum (pemilu).

Zulfikar menyatakan, evaluasi terhadap penyelenggara pemilu memang harus dilakukan, namun bukan berarti harus mengubah statusnya dari lembaga tetap menjadi lembaga ad hoc.

Dia menegaskan, konstitusi telah mengamanatkan pelaksaan pemilu digelar oleh suatu komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Hal itu sebagaimana yang telah termaktub di dalam Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945.

“Evaluasi terhadap penyelenggara pemilu memang harus terus dilakukan, namun bukan berarti mengubah statusnya dari lembaga tetap menjadi lembaga ad hoc,” kata Zulfikar kepada awak media, di Jakarta Minggu (24/11/2024).

1. Perubahan harus berlandasakan konstitusi

Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

Zulfikar menekankan segala perubahan terhadap KPU dan Bawaslu harus berlandaskan konstitusi. Di lain sisi, Zulfikar mengakui masih banyak persoalan yang mengintai penyelenggaraan pemilu.

Oleh sebab itu, kata dia, evaluasi merupakan sebuah keniscayaan yang tetap harus dilakukan. Terutama, terkait rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan agar menghasilkan penyelenggara yang berintegritas.

Menurut dia, penyelenggara pemilu harus memiliki kapasitas dan profesional serta tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan. Dengan begitu, maka bisa menghasilkan pemilu yang berkualitas dan ligitimate.

“Daripada mengubah status KPU dan Bawaslu dari lembaga tetap menjadi lembaga ad hoc, saya sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI mendorong evaluasi secara menyeluruh terhadap rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan,” kata Zulfikar.

2. Usul pemisahan pelaksanaan pemilu

Ilustrasi pemungutan suara pada Pemilu 2024 di Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir,)

Zulfikar lantas mengusulkan ide memisahkan pelaksaan pemilu seperti yang terselenggara pada tahun 2024 saat ini. Dia meyakini, pemilu nasional dan lokal digelar terpisah bisa terwujud dalam revisi pemilu.

Usulan KPU dan Bawaslu jadi lembaga ad hoc muncul karena pelaksanaan pileg, pilpres, dan pilkada dilakukan serentak pada 2024. Hal ini membuat tidak ada lagi perhelatan pesta demokrasi dalam waktu dekat dan demi menghemat anggaran negara.

Dia menekankan, tugas penyelenggara pemilu bukan hanya saat masuk tahapan pileg, pilpres dan pilkada. Lebih jauh, KPU, Bawaslu, dan DKPP bisa meningkatkan kapasitas struktur dan infrastruktur kepemiluan di tahun-tahun pada saat tidak ada pemilu.

“KPU dan Bawaslu serta DKPP bisa fokus untuk meningkatkan kapasitas struktur dan infrastruktur kepemiluan melalui kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan, kajian, edukasi, dan literasi,” kata Zulfikar.

3. PDIP tolak wacana KPU menjadi lembaga ad hoc

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menantang Presiden Prabowo keluarkan Perppu Perampasan Aset. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDIP, Aria Bima, menolak wacana KPU menjadi lembaga ad hoc yang hanya terselenggara selama dua tahun, untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu.

Menurut Aria Bima, tugas yang diemban KPU terlampau banyak untuk sekadar menjadi lembaga ad hoc. Ia justru menilai seyogianya KPU jangan hanya dipandang sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

“Saya berpikir kok tugas KPU ini demikian banyak ya. Rakyatnya dimatangkan, pelaksananya dimatangkan, sehingga pada saat mereka jadi atau saat kontestasi, itu juga mewujudkan bagaimana pemilu ini akan semakin berkualitas,” kata Aria Bima.

“Saya kok melihat bobot dari banyak tugas yang ada buat KPU pusat, KPU provinsi, dan KPU kota/kabupaten, kurang tepat kalau KPU ini di badan ad hoc-kan,” sambung dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us