Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Ribu Perusahaan Jepang Bangkrut Sepanjang 2024

Panorama kota Tokyo, Jepang. (Unsplash.com/Jaison Lin)

Jakarta, IDN Times - Survei perusahaan riset kredit, Tokyo Shoko Research, melaporkan pada Selasa (14/1/2025) bahwa lebih dari 10 ribu perusahaan di Jepang yang menyatakan kebangkrutan pada 2024.

Hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam 11 tahun terakhir, akibat kegagalan bisnis di berbagai industri yang mengalami kekurangan tenaga kerja yang makin parah dan harga pasokan impor yang lebih tinggi akibat depresiasi yen.

1. Kebangkrutan meningkat 15,1 persen dari tahun 2023

Survei mengungkapkan usaha kecil dan menengah terpukul keras, di mana berakhirnya tindakan penangguhan pajak khusus yang diperkenalkan selama pandemik COVID-19 yang menyebabkan beban keuangan tambahan.

Tercatat, jumlah kebangkrutan meningkat 15,1 persen dari tahun sebelumnya menjadi 10.006 usaha, menandai peningkatan tahun ketiga berturut-turut. Dari jumlah tersebut, 10.004 merupakan usaha kecil dan menengah.

Total kewajiban yang ditinggalkan perusahaan yang gagal pada tahun lalu mencapai 2,34 triliun yen (sekitar Rp241,9 triliun), turun 2,4 persen dari 2023.

"Meskipun beberapa bisnis terhindar dari kebangkrutan melalui pembiayaan kembali pinjaman, mereka mungkin terus berjuang jika tidak dapat membalikkan bisnis mereka," kata Tokyo Shoko Research, dikutip dari Kyodo News.

2. Sebanyak 8 dari 10 sektor yang disurvei mengalami kegagalan bisnis

Potret Shibuya Crossing di Tokyo, Jepang. (pixabay/uniquedesign52)

Pada musim panas 2024, yen jatuh ke level terlemahnya dalam 37 tahun terhadap dolar AS. Hal ini menyebabkan kenaikan biaya impor bagi bisnis. Kekurangan tenaga kerja yang semakin parah, yang dipicu oleh populasi penduduk Jepang yang menua dan penerapan peraturan lembur yang lebih ketat, semakin membebani industri.

Berdasarkan industri, kegagalan bisnis meningkat di 8 dari 10 sektor yang disurvei. Sektor jasa termasuk restoran mengalami jumlah kebangkrutan tertinggi, yakni 3.329 kasus. Angka tersebut naik 13,2 persen dari tahun 2023, dan melampaui angka 3 ribu untuk pertama kalinya sejak tahun 1990.

Selain itu, sektor konstruksi dan transportasi, keduanya menghadapi kesulitan perekrutan yang serius karena pemberlakuan aturan lembur yang lebih ketat. Sektor tersebut mengalami peningkatan angka kebangkrutan masing-masing sebesar 13,6 persen dan 9,8 persen, Nippon melaporkan.

3. Berbagai faktor kebangkrutan perusahaan di Jepang

Bendera Jepang. (Unsplash.com/ Roméo A.)

Kebangkrutan akibat kekurangan tenaga kerja meningkat tajam ke rekor 289 kasus dari sebelumnya 159 kasus. Jumah itu mencapai rekor tertinggi sejak firma riset tersebut mulai menyusun data tersebut pada 2013.

Sementara itu, kebangkrutan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan menemukan seseorang untuk mengambil alih bisnis berjumlah 462 kasus, juga merupakan rekor.

Jumlah kebangkrutan yang terkait dengan inflasi atau yang disebabkan oleh perusahaan yang tidak mampu meneruskan kenaikan biaya ke harga, tumbuh untuk tahun kedua berturut-turut menjadi 698 kasus.

Jumlah kebangkrutan karena beban keuangan yang disebabkan oleh biaya jaminan sosial dan pajak hampir dua kali lipat menjadi 176 kasus dari 92.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us