Anggota Dewan Peringatan Holocaust AS Sebut Warga Gaza Jahat

- Martin Oliner menyebut warga Palestina di Gaza jahat dan tidak layak mendapat belas kasihan.
- Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengecam pernyataan Oliner, meminta Trump mencopotnya dari jabatan di Dewan Peringatan Holocaust AS.
- Trump mendorong gagasan kontroversial relokasi warga Palestina ke Yordania dan Mesir, meskipun ditolak oleh kedua negara tersebut.
Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Peringatan Holocaust Amerika Serikat (AS) yang ditunjuk oleh Presiden Donald Trump pada periode pertamanya menyebut warga Palestina di Gaza jahat dan tidak layak mendapatkan belas kasihan.
Pernyataan tajam itu dilontarkan oleh Martin Oliner dalam editorial di surat kabar The Jerusalem Post pada Sabtu (1/2/2025). Ketua Zionis Keagamaan Amerika dan presiden Institut Kebudayaan untuk Perdamaian ini juga mendukung pernyataan Trump baru-baru ini, yang mengusulkan relokasi warga Gaza ke Yordania dan Mesir.
“Kita tidak perlu berbasa-basi. Rakyat Gaza secara kolektif bersalah. Tindakan rakyat Gaza membuktikan bahwa mereka memerlukan pendidikan untuk membersihkan pemahaman mereka sebelum rekonstruksi dapat dimulai. Mereka pada dasarnya jahat, dan mereka harus menanggung konsekuensi atas tindakan mereka," tulisnya.
1. Dewan Hubungan Amerika-Islam kecam pernyataan Oliner
Pernyataan Oliner ini menuai kecaman dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), yang meminta Trump untuk segera mencopotnya dari jabatannya di Dewan Peringatan Holocaust AS.
"Tidak dapat diterima bagi siapa pun yang percaya bahwa semua anak-anak dan semua orang dalam suatu populasi 'pada dasarnya jahat' dan tidak layak mendapat 'belas kasihan' untuk menduduki posisi di organisasi mana pun, baik entitas swasta atau publik," kata CAIR, dilansir dari Middle East Eye.
Kelompok itu menambahkan bahwa pandangan rasis seperti inilah yang mendorong terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk perang genosida di Gaza yang menewaskan lebih dari 47 ribu warga Palestina.
2. Trump yakin Mesir dan Yordania akan bersedia menampung warga Gaza
Sejak pekan lalu, Trump telah berulang kali mendorong gagasan kontroversialnya terkait relokasi warga Palestina di Gaza ke Yordania dan Mesir. Ia mengatakan ingin "membersihkan" wilayah tersebut yang telah mengalami kehancuran parah akibat serangan Israel selama 15 bulan terakhir.
Mesir dan Yordania, sekutu utama AS di kawasan ini, juga berulang kali menolak usulan tersebut. Keduanya sepakat bahwa warga Gaza harus tetap berada di tanah mereka, dan gagasan semacam itu dapat merusak peluang perdamaian antara Israel dan Palestina.
"Saya mendengar seseorang mengatakan mereka tidak akan melakukannya, tapi saya pikir mereka akan melakukannya. Saya yakin mereka akan melakukannya," kata Trump pada Jumat (31/1/2025), mengungkapkan keyakinannya bahwa Mesir dan Yordania pada akhirnya akan menerima usulan itu.
Pemimpin senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa sikap AS yang terus mendorong relokasi warga Gaza dengan dalih rekonstruksi justru menunjukkan keterlibatan mereka secara terus menerus dalam kejahatan ini.
3. Para pejabat Arab tolak usulan relokasi dari Trump
Pada Sabtu, para menteri luar negeri dan pejabat dari Mesir, Yordania, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Otoritas Palestina (PA) dan Liga Arab mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka. Mereka menilai usulan Trump dapat mengancam stabilitas di kawasan tersebut, menyebarkan konflik dan merusak prospek perdamaian.
“Kami menegaskan penolakan kami terhadap (setiap upaya) untuk mengompromikan hak-hak warga Palestina yang tidak dapat dicabut, baik melalui kegiatan pemukiman, atau penggusuran atau pencaplokan tanah atau melalui pengosongan tanah dari pemiliknya,” demikian bunyi pernyataan itu, dikutip dari Al Jazeera.
Para pejabat tersebut menambahkan bahwa mereka berharap dapat bekerja sama dengan pemerintahan Trump untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di Timur Tengah, sesuai dengan solusi dua negara.