Bentrokan Pasukan Suriah dengan Loyalis Assad Tewaskan 48 Orang

Jakarta, IDN Times - Pertempuran antara pasukan keamanan Suriah dengan kelompok loyalis mantan presiden Bashar al-Assad menewaskan 48 orang di provinsi Latakia pada Kamis (6/3/2025). Korban tewas terdiri dari 16 personel keamanan, 28 pejuang pro-Assad, dan 4 warga sipil.
Serangan terjadi di dekat kota Jableh, provinsi Latakia, yang merupakan basis komunitas Alawi, sekte minoritas yang dikenal dekat dengan keluarga Assad. Peristiwa ini menjadi tantangan keamanan terbesar bagi pemerintahan baru Suriah sejak Assad digulingkan pada Desember 2024.
Pejabat Suriah melaporkan serangkaian serangan menyasar pos pemeriksaan dan patroli di area Jableh.
"Sekelompok loyalis Assad melancarkan penyerangan terencana dan sistematis terhadap posisi dan pos pemeriksaan kami, serta menargetkan banyak patroli di wilayah Jableh," kata Mustafa Kneifati, pejabat keamanan Latakia, dikutip dari DW.
1. Suriah ultimatum loyalis Assad untuk menyerah
Pasukan Suriah merespons serangan loyalis Assad dengan mengerahkan helikopter tempur. Mereka melancarkan serangan udara terhadap kelompok penyergap yang diduga berafiliasi dengan mantan jenderal angkatan darat Suriah, Suheil al-Hassan.
Pemerintah pusat mengirim bala bantuan besar-besaran ke kota Latakia. Puluhan kendaraan militer dari provinsi Hama, Homs, dan Idlib dikerahkan ke wilayah konflik. Pasukan Suriah juga menangkap Ibrahim Hweiji, mantan pejabat intelijen senior yang diduga mengorganisir pembunuhan pemimpin Druze Lebanon pada 1977.
Dalam video yang dirilis setelah serangan, seorang komandan era Assad mengumumkan pembentukan kelompok perlawanan bernama Resimen Perisai Pesisir. Kelompok ini bertujuan melawan pemerintahan baru Suriah.
Otoritas setempat memberlakukan jam malam di kota pesisir Tartus dan area berpenduduk Alawi. Kolonel Hassan Abdul Ghani, juru bicara Kementerian Pertahanan menyampaikan peringatan kepada loyalis Assad.
"Ribuan orang telah memilih menyerahkan senjata dan kembali ke keluarga mereka, namun sebagian bersikeras melarikan diri dan mati demi pembunuh dan penjahat. Pilihannya jelas: letakkan senjata atau hadapi takdir yang tak terhindarkan," ujar Ghani, dikutip dari BBC.
2. Komunitas Alawi mengaku jadi korban kekerasan
Komunitas Alawi di pedesaan Homs dan Latakia mengeluhkan sejumlah aksi kekerasan setelah jatuhnya Assad. Kelompok militan Sunni dituduh melancarkan serangan terhadap komunitas yang sebelumnya dominan ini.
Penduduk dan pengamat melaporkan pelanggaran oleh pasukan di wilayah tersebut. Pasukan keamanan Suriah dituduh menyita rumah, melakukan eksekusi, dan menculik warga dalam operasi pemberantasan loyalis Assad.
Pemerintah Suriah membantah tuduhan tersebut dan menyebut pelanggaran sangat jarang terjadi. Mereka berjanji menindak tegas oknum yang terlibut dalam aksi kekerasan.
Pemerintah mengeluarkan larangan terkait hukuman kolektif dan kekerasan berbasis sektarian dalam mengamankan wilayah tersebut. Pejabat keamanan Suriah Sajed al-Deek menyatakan bahwa keadaan kini sudah aman.
3. Tantangan keamanan di Suriah pascakejatuhan Assad

Melansir Al Jazeera, wilayah pesisir Mediterania menjadi tantangan utama bagi Presiden Interim Ahmed al-Sharaa dalam mengkonsolidasi kekuasaannya. Pemerintah Suriah menghadapi perlawanan di berbagai wilayah strategis.
Pertempuran dilaporkan terjadi di kota-kota besar seperti Homs dan Aleppo. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan suara tembakan senjata berat di kawasan pemukiman Homs.
Pasukan Suriah juga menghadapi perlawanan di wilayah selatan. Bentrokan dengan pasukan Druze telah terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Suriah pekan ini menyampaikan komitmen negaranya untuk menghancurkan sisa persenjataan kimia era Assad. Pemerintahan Assad sebelumnya diduga melakukan puluhan serangan kimia selama 14 tahun perang saudara.