Israel Gerebek Tepi Barat, Tangkap Ratusan Warga Palestina

- Sejumlah pejabat Fatah ditahan, termasuk anggota Dewan Revolusi Fatah dan wali kota di Tepi Barat
- Kekerasan di Tepi Barat meningkat sejak perang Gaza, dengan lebih dari 1.000 warga Palestina terbunuh
- Netanyahu menyatakan tidak akan ada Negara Palestina, sementara Israel terus memperluas pemukimannya di wilayah yang diduduki
Jakarta, IDN Times - Militer Israel melancarkan penggerebekan di Kota Tulkarem di Tepi Barat yang diduduki dan memberlakukan jam malam. Tindakan ini dilakukan setelah dua tentara Israel dilaporkan terluka setelah kendaraan mereka dihantam alat peledak.
Menurut laporan WAFA pada Kamis (11/9/2025), tentara menyerbu toko dan kafe, menahan pengunjung serta penduduk di dalam kendaraan mereka, lalu memaksa mereka berbaris menuju pos pemeriksaan militer Israel. Lebih dari 100 warga Palestina ditangkap dalam penggerebekan tersebut.
1. Sejumlah pejabat Fatah ditahan
Penangkapan besar-besaran juga terjadi di wilayah lainnya di Tepi Barat, dengan sejumlah pejabat turut menjadi sasaran. Dilansir dari The New Arab, anggota Dewan Revolusi Fatah, Jamal Hammad, dan wakil sekretaris Fatah di Salfit, Ahmad Abdel Karim al-Deek, ditahan setelah rumah mereka di kota Kafr al-Deek digerebek. Di Jenin, Wali Kota Silat al-Dhahr, Abdel Fattah Abu Ali, juga ditangkap bersama beberapa pejabat partai lain dan dua putranya.
Penggerebekan tersebut terjadi setelah enam orang tewas akibat penembakan di Yerusalem Timur yang diduduki awal pekan ini. Sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam, mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, yang juga menewaskan kedua tersangka.
Sebagai tanggapan, Israel memerintahkan pembongkaran rumah para tersangka dan menjatuhkan sanksi terhadap anggota keluarga dan penduduk kota asal mereka, Qatanna dan al-Qubeiba, yang terletak di barat laut Yerusalem.
“Daerah-daerah ini sepenuhnya dikepung dan ditutup. Hukuman kolektif sedang berlangsung sepenuhnya di Tepi Barat yang diduduki," kata jurnalis Al Jazeera, Hamdah Salhut.
2. Kekerasan di Tepi Barat meningkat sejak perang Gaza
Gelombang kekerasan di Tepi Barat yang diduduki meningkat tajam sejak meletusnya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023. Lebih dari 1.000 warga Palestina terbunuh, ribuan lainnya serta ratusan rumah dan infrastruktur sipil dihancurkan. Operasi militer Israel juga memicu pengungsian paksa lebih dari 40 ribu warga Palestina.
"Operasi militer mematikan Israel di Tepi Barat yang diduduki, yang terjadi di tengah bayang-bayang genosida yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, telah menimbulkan konsekuensi bencana bagi puluhan ribu pengungsi Palestina yang menghadapi krisis yang meningkat dengan cepat dan tidak ada prospek untuk kembali," kata Erika Guevara Rosas, direktur senior Amnesty International untuk Penelitian, Advokasi, Kebijakan dan Kampanye, dalam pernyataan pada Juni lalu.
Menurutnya, pemindahaan paksa warga Palestina merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa Keempat dan termasuk kejahatan perang
Kekerasan oleh pemukim Israel juga meningkat selama perang di Gaza. Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), sedikitnya 1.860 insiden kekerasan pemukim terjadi di Tepi Barat yang diduduki sejak 7 Oktober 2023 hingga 31 Desember 2024.
3. Netanyahu sebut tidak akan ada Negara Palestina
Dilansir dari Al Jazeera, naiknya pemimpin sayap kanan ke tampuk kekuasaan telah mendorong Israel semakin condong ke haluan kanan. Para politisi di tingkat tertinggi, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bahkan secara terbuka melontarkan retorika anti-Palestina.
"Kami akan memenuhi janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina. Tempat ini milik kami. Kami akan menggandakan populasi kota," kata Netanyahu dalam upacara penandatanganan proyek pemukiman besar di Tepi Barat yang diduduki pada Kamis.
Israel telah lama berambisi membangun permukiman di atas tanah seluas sekitar 12 kilometer persegi di sebelah timur Yerusalem, atau yang dikenal sebagai E1. Namun, rencana ini tertunda selama bertahun-tahun karena menghadapi penolakan internasional.
Seluruh pemukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional. Pada September 2024, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) mengadopsi resolusi yang menyerukan Israel untuk mengakhiri pendudukan ilegalnya di wilayah Palestina dalam waktu satu tahun. Meski begitu, Israel terus memperluas pemukimannya dengan mengabaikan hukum dan norma internasional.