Israel Sita 1.000 Hektare Tanah Warga Palestina di Tepi Barat

Jakarta, IDN Times - Israel mengeluarkan dua keputusan terkait penyitaan lebih dari 1.000 hektare tanah warga Palestina di Tepi Barat. Keputusan tersebut mencakup 873 hektare di area Tubas dan 239 hektare di beberapa desa kawasan timur Ramallah, dilansir Middle East Eye pada Sabtu (15/2/2025).
Pejabat properti Israel di Tepi Barat, Yossi Segal, bertanggung jawab mengeluarkan keputusan militer yang diklaim bersifat sementara ini.
Sebelumnya, warga Palestina telah kehilangan akses terhadap tanah-tanah tersebut sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Mereka kini terancam kehilangan mata pencaharian secara permanen akibat perampasan lahan yang terus meluas.
1. Warga Palestina kehilangan lahan untuk gembala
Wali Kota Kafr Malek, Najeh Rustom, melaporkan setidaknya 150 hektare tanah di kotanya telah disita oleh Israel. Area yang terdampak mencakup wilayah desa Deir Jarir, Abu Falah, dan al-Mughayer.
Puluhan keluarga suku Bedouin yang sebelumnya mendiami kawasan tersebut juga terpaksa mengungsi akibat serangan dari pemukim Israel. Mereka kehilangan tempat tinggal dan area penggembalaan yang selama ini menjadi sumber penghidupan.
"Kami dulu sangat bergantung pada peternakan sebagai mata pencaharian. Sekarang kami hanya bisa menggembalakan ternak di sekitar rumah. Banyak warga terpaksa menjual ternak mereka karena kehilangan area penggembalaan, padahal kami memiliki lahan yang sangat luas," ujar Rustom.
2. Israel mencaplok lahan secara sistematis

Para pemukim Israel mengambil alih area yang luas di Tepi Barat menggunakan dalih penggembalaan ternak. Mereka melepaskan sapi dan domba ke dataran serta pegunungan, lalu mengklaim kendali atas wilayah tersebut.
Satu pemukim Israel yang hanya memiliki beberapa ekor domba dan sapi mampu mengendalikan area yang luas. Militer Israel memberikan perlindungan kepada pemukim saat memasuki dan menguasai tanah-tanah tersebut.
Empat pos penggembalaan baru telah didirikan oleh pemukim Israel dalam 2 tahun terakhir. Pos-pos ini menjadi basis bagi pemukim dalam mengontrol wilayah sekitarnya.
Alasan penggembalaan diperkirakan nantinya akan diubah menjadi penetapan cagar alam atau zona militer. Perubahan status ini akan semakin mempersulit warga Palestina mendapatkan kembali tanah mereka.
3. Ekspansi Israel di Lembah Yordania semakin meluas

Saat ini, 42 pemukiman dan pos pemukiman Israel telah berdiri di kawasan Lembah Yordania. Area yang berada di bawah kendali Israel, baik sebagai pemukiman, zona militer, maupun area penggembalaan telah mencapai 83 persen dari total wilayah lembah.
Aktivis HAM, Arif Daraghmeh, mengungkap bahwa pencaplokan ini telah berlangsung lama.
"Keputusan Israel menyita ribuan hektar tanah merupakan kelanjutan kebijakan ekspansionis di wilayah ini. Kawasan tersebut telah mengalami serangan pemukiman yang sangat gencar selama bertahun-tahun," jelasnya.
Warga Palestina meyakini keputusan penyitaan tersebut sebagai langkah awal proses aneksasi (pencaplokan wilayah) yang dipercepat. Israel diduga berupaya menyelesaikan rencana aneksasi mereka tahun ini.
Penyitaan tanah ini terjadi saat Israel dan Hamas sedang dalam proses gencatan senjata. Tiga sandera Israel yang diculik dari Kibbutz Nir Oz saat serangan 7 Oktober diperkirakan akan dibebaskan pada Sabtu ini (15/2/2025). Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan sekitar 369 tahanan Palestina.
Melansir The Guardian, Arab Saudi berencana menggelar pertemuan pada 20 Februari mendatang bersama Mesir, Yordania, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Pertemuan tersebut bertujuan membahas rencana pengembangan Gaza sebagai alternatif dari usul kontroversial yang diajukan Presiden AS Donald Trump. Sementara, situasi di Gaza lebih tenang, Israel masih terus menggempur Tepi Barat dengan alasan keamanan.