Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Tragis Shaaban al-Dalou, Pemuda Gaza yang Tewas Terbakar 

Shaaban al-Dalou (kanan) dengan keluarganya. (x.com/@AbubakerAbedW)

Jakarta, IDN Times - Shaaban al-Dalou, mahasiswa berusia 19 tahun asal Gaza, tewas dalam serangan Israel di rumah sakit Al Aqsa Martyrs pada Senin (14/10/2024). Rekaman kematiannya yang mengerikan mengguncang internet dan mengekspos serangan Israel ke Gaza.

Tragisnya, Shaaban meninggal hanya sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-20. Tragedi ini mengakhiri impiannya untuk keluar dari Gaza dan mengejar pendidikan yang lebih baik.

1. Ayah Shaaban menyaksikan putranya terbakar hidup-hidup

Serangan yang menewaskan Shaaban terjadi di area parkir rumah sakit Al Aqsa Martyrs yang telah berubah fungsi menjadi kamp pengungsian.

Israel mengklaim serangan tersebut bermaksud menyasar pusat komando Hamas di dekat rumah sakit tersebut. Namun, akibatnya justru menimbulkan kebakaran hebat di tenda-tenda pengungsi.

Ahmad al-Dalou, ayah Shaaban, menjadi saksi mata tragedi tersebut. Ia berhasil menyelamatkan beberapa anaknya, namun terlambat menyelamatkan Shaaban.

"Saya bisa melihatnya duduk di sana, dia mengangkat jarinya dan mengucapkan syahadat," ujar Ahmad, dilansir dari The New York Times. 

Tak hanya Shaaban, ibunya, Alaa, juga menjadi korban dalam serangan yang sama.

"Dia sangat menyayangi ibunya. Kini, dia meninggal dalam pelukan ibunya. Kami menguburkan mereka berdua dalam satu liang," kata Ahmad, dilansir dari Al Jazeera. 

2. Shabaan bermimpi untuk keluar dari Gaza dan menuntut ilmu di luar negeri

Sebelum kematiannya, Shaaban aktif di media sosial meminta bantuan dunia untuk bisa keluar dari Gaza. Ia bahkan mendirikan halaman penggalangan dana online yang berhasil mengumpulkan lebih dari 20 ribu dolar AS (sekitar Rp309 juta).

"Tolong buka hati Anda untuk kami. Di usia 19 tahun, saya terpaksa mengubur impian saya," tulis Shaaban dalam salah satu unggahan Instagram-nya.

Namun, harapan Shaaban untuk keluar dari Gaza pupus setelah Israel menutup perbatasan Rafah sejak Mei 2024.

Meskipun demikian, ia tak pernah berhenti bermimpi. Kepada sepupunya, Mohyeddin al-Dalou, Shaaban sering berbagi keinginannya untuk studi di luar negeri dan meraih gelar doktor di bidang software engineering.

Sebelumnya, ia juga sempat bermimpi untuk menjadi dokter, namun terhalang biaya. 

"Saya menyesal tidak mengizinkannya pergi," ujar Ahmad. 

3. Lima kali mengungsi, Shaaban tetap produktif di tengah konflik

Keluarga Shaaban telah mengungsi sebanyak lima kali sebelum akhirnya tinggal di tenda di area rumah sakit. Selama itu, Shaaban aktif merekam video tentang kehidupan di Gaza selama perang.

"Tidak ada tempat yang aman di Gaza," ujar Shaaban dalam salah satu videonya.

Meski hidup dalam keterbatasan, Shaaban tetap produktif. Ia bekerja secara online di bidang perangkat lunak untuk membantu keluarganya. Bahkan, ia membantu ayah dan pamannya mendirikan warung falafel di dekat tenda mereka sebagai sumber penghasilan setelah pabrik pakaian kecil mereka hancur akibat perang.

Shaaban juga aktif membantu sesama pengungsi. Ia pernah merekam dirinya mendonorkan darah di rumah sakit Al Aqsa Martyrs.

"Kami melihat begitu banyak korban luka, banyak anak-anak sangat membutuhkan transfusi darah," katanya dalam video tersebut.

4. Sosok Shabaan di mata keluarga

Keluarga mengenang Shaaban sebagai pemuda yang luar biasa. Ia dikenal sebagai mahasiswa cerdas dan telah hafal seluruh Al-Quran sejak kecil. Bibinya, Karbahan al-Dalou, menggambarkannya sebagai sosok yang bijaksana dan selalu optimis.

"Tetap semangat, semua akan baik-baik saja. Insya Allah, Tuhan akan menolong kita," kenang Karbahan menirukan kata-kata Shaaban yang sering diucapkannya.

Kedekatan Shaaban dengan keluarganya tercermin dari pengorbanannya. Ia pernah menjual gelang emas ibunya untuk membiayai pendidikannya di sekolah menengah. Setelah perang dimulai, Shaaban menggunakan uang yang ia peroleh dari pekerjaannya untuk membeli kembali gelang tersebut.

Ahmad, ayahnya, melihat hubungan mereka lebih dari sekadar ayah dan anak.

"Dia menjadi tempat saya berbagi rahasia, begitu pula sebaliknya. Kami berteman, dan saya bangga akan hal itu," ujarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us