Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kuburan Massal di Suriah Diduga Kebumikan 100 Ribu Orang

ilustrasi tengkorak (pexels.com/Hans Lindgren)

Jakarta, IDN Times - Organisasi advokasi Suriah yang berbasis di Amerika Serikat (AS), pada Senin (16/11/2024), mengungkapkan bahwa kuburan massal di pinggiran Damaskus berisi sedikitnya 100 ribu jenazah yang dibunuh oleh rezim Bashar al Assad.

Mouaz Moustafa, kepala Satuan Tugas Darurat Suriah, mengatakan bahwa kuburan massal di al-Qutayfah, sekitar 40 km dari ibu kota Suriah, adalah salah satu dari lima kuburan massal yang telah diidentifikasi selama bertahun-tahun.

"100 ribu adalah perkiraan paling konservatif dari jumlah jenazah yang dikuburkan di lokasi tersebut. Itu adalah perkiraan yang sangat, sangat, bahkan hampir tidak adil karena terlalu konservatif," kata Moustafa, dikutip dari Reuters. 

Ia yakin masih ada lebih banyak kuburan massal selain dari lima lokasi yang telah diketahui. Korban tidak hanya terdiri dari warga Suriah saja, namun juga warga AS, Inggris, dan negara asing lainnya.

1. Jenazah kerap dilindas buldoser sebelum dikubur

Menurut Moustafa, cabang intelijen angkatan udara Suriah bertanggung jawab mengatur pemindahan jenazah dari rumah sakit militer ke berbagai cabang intelijen, sebelum akhirnya dikirim ke kuburan massal. Kantor pemakaman kota Damaskus juga membantu mengangkut jenazah-jenazah tersebut ke lokasi pemakaman.

“Kami berhasil berbicara dengan orang-orang yang bekerja di kuburan massal ini, baik yang melarikan diri dari Suriah secara mandiri maupun yang kami bantu untuk melarikan diri,” ujar Moustafa.

Kelompoknya juga telah berbicara dengan pengemudi buldoser yang dipaksa menggali kuburan massal. Mereka mengaku sering diperintahkan untuk melindas jenazah-jenazah tersebut agar semuanya muat didalam liang lahat.

Moustafa juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai keamanan lokasi kuburan massal tersebut. Ia menyatakan bahwa situs-situs itu perlu dijaga dengan baik demi melindungi bukti yang dapat digunakan dalam investigasi di masa depan.

2. Lebih dari 12 kuburan massal ditemukan di Daraa

Sementara itu, lebih dari 12 kuburan massal yang berisi sisa-sisa jenazah yang diyakini korban rezim Assad juga ditemukan di provinsi Daraa, Suriah selatan, pada Senin.

Dilansir dari Anadolu, kelompok antirezim yang melakukan penggalian di Daraa menyatakan bahwa sebanyak 31 jenazah telah ditemukan sejauh ini di kuburan massal di distrik Izraa. Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah. 

Dalam rekaman di kuburan massal di area Jembatan Baghdad di luar Damaskus, terlihat para petugas mengeluarkan sejumlah karung yang berisi sisa jenazah dari lubang penggalian. Karung-karung itu ditandai dengan kode penjara dan nama-nama korban.

Setelah kejatuhan rezim Assad, kuburan massal mulai digali sebagai bagian dari upaya pencarian dan penyelidikan yang dilakukan di seluruh negeri. Para korban diketahui meninggal akibat penyiksaan dan kondisi buruk di berbagai penjara Suriah.

3. Ratusan ribu orang hilang di Suriah kemungkinan besar telah meninggal

Fadel Abdulghany, direktur Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah(SNHR), sebelumnya mengatakan bahwa 100 ribu orang yang hilang selama kepemimpinan Assad kemungkinan besar sudah meninggal dunia.

Saat pasukan pemberontak menyerang Damaskus dan merebut kota demi kota, SNHR mengunjungi setiap penjara dan pusat penahanan untuk mendokumentasikan sebanyak mungkin narapidana yang dibebaskan dari sel mereka.

“Catatan kami menunjukkan bahwa sekitar 136 ribu orang ditahan atau telah menghilang secara paksa oleh rezim Assad. Tetapi kami hanya mencatat perkiraan maksimum sebanyak 31 ribu orang yang dibebaskan dalam beberapa hari terakhir," ungkap Abdulghany, dilansir dari Middle East Eye pada Sabtu (14/12/2024).

Ia menyimpulkan bahwa sebagian besar dari mereka tewas akibat penyiksaan di penjara.

Assad dan ayahnya, Hafez, yang menjabat sebagai presiden hingga 2000, dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan di luar proses hukum, termasuk eksekusi massal di dalam sistem penjara Suriah yang terkenal kejam. Namun, Assad berulang kali membantah bahwa pemerintahannya melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan menyebut para pengkritiknya sebagai ekstremis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us