Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menguak Tragedi Meledaknya Maskapai Avianca di Kolombia Tahun 1989

baaa-acro.com

27 November 1989, pagi yang normal di Bandara Internasional El Dorado Bogota. Pesawat Boeing 727-21 milik maskapai penerbangan Avianca Airlines dijadwalkan akan berangkat pada jam 7.13 menuju Bandara Internasional Alfonso Bonilla Aragon di kota Cali, barat daya Bogota.

Penerbangan tersebut memuat 101 penumpang termasuk 6 awak maskapai. Baru lima menit lepas landas, sebuah bom yang terletak di dekat tangki bahan bakar meledak saat pesawat berada di ketinggian 13.000 kaki.

Ledakan itu membuat badan pesawat terbagi menjadi dua bagian. Semua penumpang dan awak di dalamnya terbunuh ditambah tiga orang yang tewas akibat tertimpa bagian pesawat.

Beberapa jam kemudian, seorang pria menelepon stasiun radio setempat dan mengatakan bahwa kelompok bernama Extraditables bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Aksi itu bertujuan untuk membunuh lima informan polisi yang turut menjadi penumpang. Kelima orang tersebut dikatakan memiliki andil besar dalam usaha pemerintah mencari tempat persembunyian para pemimpin kartel narkoba Medellin.

Extraditables sendiri merupakan kelompok yang terdiri dari 12 gembong narkoba kota Medellin paling dicari oleh Amerika Serikat. Pemimpinnya adalah Pablo Escobar.

Kolombia era 1980-an memang menjadi tempat yang subur bagi bisnis narkotika. Keberadaan politisi korup dan aparat yang mudah disuap membuat para kartel leluasa melakukan usahanya. Umumnya ratusan ton heroin buatan Kolombia ini dipasarkan ke AS setelah dikirim melalui jalur darat dan laut.

Keuntungan dari bisnis ini bisa mencapai jutaan dollar per-minggu, membuat para gembong meraup kekayaan dalam sekejap dan aset melimpah. Pablo Escobar bahkan sempat masuk dalam daftar orang-orang terkaya versi majalah Forbes dengan total aset sebanyak US$ 30 milyar (sekitar Rp 405 triliun).

AS geram menyaksikan jutaan dollar hasil penjualan narkoba mengalir menuju Kolombia. Tak tinggal diam, Presiden George Bush mengutus FBI dan DEA untuk membantu pemerintah Kolombia memerangi para kartel, dan menangkap semua pemimpinnya, entah dalam keadaan hidup atau mati.

Para kartel membuat sebuah kelompok untuk melawan, itulah Extraditables. Target serangan mereka adalah pos-pos polisi, pengeboman terhadap fasilitas-fasilitas umum dan kantor-kantor pemerintahan di seluruh wilayah Kolombia, serta para figur yang terang-terangan menyuarakan rasa tidak suka terhadap para gembong narkoba.

Puluhan korban jiwa dipastikan melayang dalam setiap aksi penyerangan. Penerbangan 203 Avianca juga menjadi satu sasarannya.

Aksi Extraditables inilah yang turut mempekenalkan kosakata baru : narko-terorisme. Secara singkat, narko-terorisme berati upaya para pelaku perdagangan narkotika untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah atau masyarakat melalui kekerasan dan intimidasi, serta untuk mencegah penegakan hukum anti-narkoba melalui ancaman sistematis atau penggunaan kekerasan.

Dalang insiden tersebut baru diketahui pada tahun 1994 atau lima tahun setelah kejadian. Pelakunya adalah Dandeny Munoz Mosquera, seorang sicario (algojo) yang bekerja untuk Pablo Escobar. Atas kejahatannya, dia dihukum 10 kali penjara seumur hidup dan diekstradisi ke Amerika Serikat.

Belakangan beredar teori bahwa pengeboman tersebut adalah upaya pembunuhan terhadap Cesar Gaviria, seorang kandidat presiden yang mendukung perang melawan kartel.

Untung saja Cesar membatalkan penerbangannya sesaat sebelum pesawat take-off. Saat menjadi presiden, Cesarlah yang meneken kesepakatan kerjasama AS dan Kolombia dalam perang melawan gembong narkoba.

Pablo Escobar, pemimpin Extraditables, tewas pada 2 Desember 1993 dalam sebuah penggerebekan sekaligus mengakhiri keberadaan kartel Medellin dan riwayat kekerasan yang telah mereka perbuat untuk selamanya.

Artikel ini terinspirasi dari Nytimes.com, dan Cnn.com.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us