Pakar: Konflik di Gaza Bisa Picu Kebangkitan ISIS dan Al-Qaeda

Jakarta, IDN Times - Para ahli keamanan memperingatkan bahwa konflik yang sedang berlangsung di Gaza berpotensi memicu kebangkitan kelompok teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda di kawasan Timur Tengah. Peringatan ini didasarkan pada bukti peningkatan aktivitas militan di berbagai wilayah, termasuk Mesir, Suriah, Yordania, Turki, dan Yaman.
Konflik Gaza telah menewaskan lebih dari 38.000 orang dalam serangan Israel. Menurut data dari pejabat kesehatan Palestina, sekitar setengah korban yang teridentifikasi adalah wanita dan anak-anak. Situasi ini dianggap dapat memicu terorisme dan radikalisasi.
"Gaza adalah sumber yang dapat memicu terorisme dan radikalisasi di seluruh dunia Islam. Ada reaksi emosional yang kuat," ungkap seorang narasumber regional, dilansir The Guardian, Sabtu (20/7/2024).
1. Peningkatan aktivitas ekstremis di berbagai negara
Bukti peningkatan aktivitas ekstremis terlihat di beberapa negara Timur Tengah. Di Suriah, ISIS telah melancarkan lebih dari 100 serangan terhadap pasukan pemerintah dan pejuang Kurdi dalam beberapa bulan terakhir.
"Sel-sel teroris Daesh (ISIS) terus melakukan operasi teroris. Mereka hadir di lapangan dan bekerja pada level yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujar Siamand Ali, juru bicara Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Sementara itu, cabang ISIS di gurun Sinai, Mesir, dilaporkan menjadi lebih mematikan dalam beberapa bulan terakhir. Di Yordania, pihak berwenang baru-baru ini mengungkap plot teroris di ibu kota Amman yang melibatkan jaringan pria muda yang teradikalisasi oleh propaganda ISIS. Turki juga mengambil tindakan tegas dengan melakukan penangkapan massal untuk memerangi ancaman yang meningkat dari afiliasi ISIS.
2. Kelompok esktremis kian gencar merekrut anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan adanya upaya kelompok ekstremis besar untuk memanfaatkan perang Gaza guna merekrut anggota baru dan memobilisasi pendukung yang ada. Meski ISIS dan Al-Qaeda telah lama mengutuk Hamas sebagai "murtad", kedua kelompok ini kini menggunakan strategi media yang berbeda namun sama-sama memanfaatkan situasi di Gaza.
Kelompok-kelompok ekstremis ini menargetkan kaum muda dalam upaya perekrutan mereka. Katrina Sammour, seorang analis independen di Amman, melaporkan kasus-kasus yang melibatkan remaja berusia 13 hingga 17 tahun.
"Mereka terlalu muda bahkan untuk menumbuhkan jenggot. Mereka didorong untuk tidak menunjukkan tanda-tanda ketaatan beragama secara terbuka. Ini seperti grooming. Ada niat untuk mengisolasi dan mengontrol," jelasnya.
Selain itu, kelompok-kelompok ini membanjiri internet dengan materi propaganda, termasuk instruksi pembuatan bom. Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) juga melakukan upaya baru untuk menginspirasi pengikutnya menyerang target Barat, Israel, dan Yahudi.
3. Faktor ekonomi turut picu radikalisasi

Para pejabat regional menekankan dampak dari paparan gambar penderitaan dari Gaza selama 24 jam sehari melalui televisi dan internet. Hal ini dianggap sebagai salah satu faktor pendorong yang memicu kekerasan ekstremis di Timur Tengah dan tempat lain.
Kondisi sosial ekonomi juga berkontribusi pada radikalisasi di beberapa negara.
"Ada banyak ketidakpastian, perasaan bahwa tidak ada harapan politik, inflasi yang sangat tinggi, dan tingkat pengangguran pemuda yang sangat tinggi. Semua ini sangat berbahaya," jelas Mohammad Abu Rumman, seorang ahli jihadisme di institut Politik dan Masyarakat di Amman, Yordania, dilansir Head Topics.
Konflik Gaza sendiri dianggap sebagai peristiwa besar yang memicu kekecewaan terhadap negara-negara Arab.
"Ini adalah peristiwa besar dan negara-negara Arab menolak untuk melakukan apa pun dan ada kekecewaan yang kuat," tambah Rumman.
Sementara itu, PBB memperingatkan bahwa Al-Qaeda dapat memanfaatkan situasi ini untuk memulihkan relevansinya dan memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terkait tingginya korban sipil di Gaza.