Penarikan Pasukan Misi Penjaga Perdamaian PBB di Mali Rampung
Jakarta, IDN Times - Misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Mali atau MINUSMA menyelesaikan penarikan pasukannya pada Minggu (31/12/2023). Penarikan itu mengakhiri satu dekade MINUSMA beroperasi.
Mali pada musim panas tahun ini meminta penarikan pasukan, dan Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk melakukan penarikan. Keluarnya tentara perdamaian itu dilakukan secara bertahap selama berbulan-bulan, dengan batas waktu 31 Desember untuk penarikan penuh.
Sebelum penarikan dimulai ada 12 ribu pasukan perdamaian di Mali. Misi perdamaian di Mali telah menewakan sekitar 310 tentara perdamaian, yang merupakan misi PBB paling mematikan kedua di dunia setelah Lebanon.
1. Tentara dan pemberontak memperebutkan wilayah yang ditinggalkan PBB

Dilansir Reuters, PBB mengatakan setelah penarikan ini hanya ada sebuah tim kecil yang akan tinggal di sana untuk mengawasi pengangkutan aset dan pembuangan peralatan milik PBB.
“Dana, lembaga dan program PBB sudah berada di Mali jauh sebelum pengerahan MINUSMA dan akan tetap berada di Mali setelah penarikan pasukan,” kata ketua MINUSMA El-Ghassum Wane.
Misi penjaga perdamaian di Mali diluncurkan pada tahun 2013 setelah terjadi pemberontakan dengan kekerasan oleh pemberontak separatis yang berusaha mengambil kendali bagian utara negara itu dan kudeta yang dipimpin militer.
Pakar keamanan memperingatkan bahwa wilayah utara Mali bisa menjadi fokus perjuangan karena kelompok pemberontak dan tentara berupaya merebut wilayah yang telah ditinggalkan oleh PBB.
Pada bulan Agustus, pertempuran antara kelompok separatis dan pasukan pemerintah kembali terjadi. Kedua belah pihak berupaya mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penarikan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Sehari sebelum selesainya penarikan, MINUSMA dilaporkan telah menyerahkan kendali atas salah satu kamp besar terakhirnya di wilayah utara Timbuktu sebelum batas waktu yang ditentukan, demi alasan keamanan. Timbuktu adalah salah satu dari tiga lokasi yang harusnya tetap dibuka untuk mengatur akhir misi setelah 31 Desember, tapi PBB khawatir dengan kehadiran militan.
2. Prancis juga telah menarik pasukannya dari Mali

Dilansir BBC, Mali saat ini dipimpin oleh para pemimpin militer setelah dua kali mengalami kudeta pada tahun 2020 dan 2021. Kudeta tersebut membuat Mali dikecualikan dari blok regional Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat, bersama dengan Guinea, Niger, dan Burkina Faso, yang juga dipimpin militer setelah kudeta.
Pada bulan September, Mali, Niger dan Burkina Faso membuat pakta pertahanan yang disebut Aliansi Negara-negara Sahel. Ketiga negara itu telah menjauh dari Prancis yang membantu memerangi pemeberontak.
Saat ini pasukan Prancis telah meninggalkan ketiga negara tersebut. Prancis mengumumkan penarikan pasukan dari Mali pada tahun 2012 setelah satu dekade beroperasi.
3. Mali berjuang menghadapi pemberontak

Meskipun selama bertahun-tahun Mali dibantu pasukan penjaga perdamaian PBB dan Perancis dalam memerangi pemberontak, tapi jumlah serangan teror di Mali terus meningkat, begitu pula jumlah warga Mali yang bergabung dengan kelompok pemberontak.
Mali saat ini sedang berjuang melawan kelompok pemberontak yang meluas yang membuat sebagian besar wilayah utara dan timur tidak dapat dikendalikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, ISIS di Sahara Besar telah meraih kemajuan besar dan menduduki sebagian besar wilayah. Banyak wilayah di tengah baru-baru ini mengalami peningkatan kekerasan yang dilakukan oleh militan yang terkait dengan kelompok Al-Qaeda dan ISIS.
Serangan yang dilakukan pemberontak selama bertahun-tahun di Mali telah menewaskan ribuan orang dan memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka.